Search
Close this search box.

Abah Anton Charliyan Dukung Pembentukan Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi di Garut

Anton Charliyan./visi.news/ist

Bagikan :

VISI.NEWS | BANDUNG – Menyikapi adanya aksi ribuan masyarakat Kabupaten Garut yang mendatangi gedung DPRD Kabupaten Garut, pada hari Rabu (5/1/21) kemarin yang ditenggarai lantaran resah dengan semakin fulgarnya eksistensi organisasi yg ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII),  mantan Kapolda Jabar Abah Anton Charliyan menilai bahwa permintaan warga Garut atas Perda Anti Radikalisme itu tepat.

“Negara Islam Indonesia (NII) diduga eksis lagi dan kini tengah mencari pengikut di Garut, Jawa Barat. Sejumlah anak dan remaja bahkan sudah dibaiat. Selain itu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik menyatakan bahwa ada pejabat di Garut yang terlibat NII,” pegiat sosial budaya ini kepada VISI.NEWS, Kamis (6/1/2021).

Pria yang akrab disapa Abah Anton Charliyan ini menuturkan bahwa usulan permohonan pembuatan Perda Anti Radikalisme masuk akal, “Akhir-akhir ini Garut selalu di jadikan triger sarana uji coba dalam rangka proses pembentukan NII, ketika tahun 2008 saja, saat saya menjabat Kapolwil, 2 kali terjadi peristiwa deklarasi NII, dibawah pimpinan San San, tapi ketika kita proses mereka berhasil mendapat surat keterangan dokter berkali-kali yang menyatakan San San sakit jiwa,” ungkapnya.

Dari keterangan dokter tersebut secara otomatis, kata Abah Anton, San San tidak bisa di proses, padahal San San setelah itu ikut mendaptar sebagai kontestan calon bupati yang ternyata dinyatakan sehat walafiat.

“Sejak awal, sudah tercium adanya campur tangan kekuatan-kekuatan tertentu yang sudah menyusup, baik ke aparat Pemerintah, TNI maupun Polri, yang mana pada saat itu diduga kuat kader-kader HTI ada dibelakangnya sebagai sponsor utama gerakan NII dan radikalisme yang memang sedang giat-giatnya mengembangkan sayap di Indonesia,” ungkap Abah Anton.

Sebagai informasi bahwa, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Almagari serta masyarakat Garut dalam aksi damainya, Rabu (05/01/21) kemarin menyambangi gedung DPRD Kabupaten Garut. Mereka menuntut agar Bupati Garut, Rudy Gunawan mencopot salah satu anak buahnya karena diduga terafiliasi NII.

Baca Juga :  KHUTBAH JUMAT | Menerima dan Menghargai Hasil Pilkada

Ketua MUI Garut, KH Sirodjul Munir yang hadir dalam aksi tersebut mengatakan bahwa persoalan NII di Garut cukup pelik, bahkan awalnya dinilai tidak diperhatikan serius oleh Pemda.

KH. Sirodjul Munir mengatakan paham radikal NII di Garut sudah berada dalam tahap krusial dan harus segera ditangani. Ia mengatakan paham NII ini lebih berbahaya dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Abah Anton Charliyan menuturkan, bahwa gerakan radikalisme ini selalu bergandeng tangan dengan gerakan intoleransi. Salah satu cirinya adalah adanya faham takfiri yang senantiasa mengkafir – kafirkan setiap golongan yang tidak sepaham. “Gerakan ini yang selalu menjadi ciri khas gerakan atau golongan yang berafiliasi ingin mendirikan negara Islam dengan konsep negara khilafiah di berbagai negara di dunia seperti yang terjadi di Suriah, Libya dan Afganistan yang saat ini jatuh menjadi negara miskin, ” tandasnya.

Garut dengan berbagai peristiwanya, kata Abah Anton, selalu di jadikan Lab Percobaan untuk NII. “Sehingga menurut saya sangat tepat bila di Garut diterapkan Perda Anti Radikalisme dan Intoleran. Akan tetapi hal tersebut saya yakin memerlukan perjuangan yang sangat panjang,” jelasnya.

Abah Anton menekankan bahwa Perjuangan panjang mengusulkan Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi akan berhadapan dengan penentang, alias pendukung intoleran di Garut yang sangat tinggi sebagaimana dilansir berbagai media dan laporan inteljen, bahkan sebagian aparat pemerintahan diduga ada yang terpapar faham NII ini.

“Paham ideologi ini, sebagaimana kita ketahui bersama sentralnya berpusat di tiga wilayah segitiga emas, yakni Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut yang mempunyai historis sebagai pusat DI/TII dimasa lalu. DI/TII ini merupakan dasar tonggak dan akar semangat ideologi NII yang sampai dengan saat ini terus bergulir, sehingga idealnya perda anti radikalisme ini juga minimal ada di tiga daerah segitiga emas tersebut,” ucapnya.

Baca Juga :  Keamanan Wakil Presiden Filipina Diganti di Tengah Investigasi Dugaan Ancaman Pembunuhan terhadap Presiden

Pihaknya sangat mendukung gerakan aksi anti radikalisme dan intoleransi yang dilakukan para pegiat seperjuangan di Garut. “Namun tentunya gerakan ini harus didukung juga oleh penggalangan kekuatan politik yang nyata,” ujarnya.

Gerakan ini, kata Anton, harus intens dan terus menerus dilakukan secara masif sampai benar-benar goal. “Jangan hanya angat – angat tahi ayam saja, kalau perlu disertai dukungan tanda tangan para tokoh dan ulama yang masih cinta NKRI, sehingga pergerakan golongan radikal dan Intoleran bisa ditekan pergerakanya sekecil mungkin di 3 wilayah segitiga emas ini,” sarannya.

Bila gerakan ini berhasil, katanya, akan menjadi preseden yan sangat baik bagi keutuhan NKRI, karena akan jadi Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi pertama di Indonesia. “Sekaligus akan membuktikan kepada publik bahwa di wilayah Garut ternyata masih merah putih. Satu langkah kecil di Garut akan menjadi langkah besar gerakan anti radikalisme di Indonesia,” imbuhnya.

Dengan bisa di setujui Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi di Garut, kata Abah Anton, membuktikan lebih banyak yang masih cinta NKRI, ketimbang golongan intolerannya dan sebaliknya jika tidak berhasil akan merupakan preseden buruk yang menandakan bahwa memang wilayah Garut sudah menjadi lampu merah dan menjadi salah satu basis utama untuk gerakan radikal dan intoleran yang anti NKRI dan anti Pancasila. “Sehingga harus kita lawan sebagai musuh bersama, dan jadikan goalnya perda anti intolernsi di Garut ini sebagai perjuangan bersama, ” pungkas Abah Anton.@alfa

Baca Berita Menarik Lainnya :