Search
Close this search box.

Agus Suherman, S.H. : Indikator Adanya Dugaan Korupsi Cukup Dilihat dari Dua Unsur ini

Bagikan :

VISI.NEWS | BALEENDAH – Indikator dugaan korupsi itu dari sisi hukum cukup dilihat dari dua unsur yakni adanya kerugian negara dan perbuatan melawan hukum.

Hal itu diungkapkan Agus Suherman, S.H. relawan Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Kabupaten Bandung dalam Bincang Setapak (Seputar Pencegahan Korupsi) di Villa Cilintung, Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu (7/8/2022).

Oleh karena itu, Agus mengungkapkan, investigasi dugaan korupsi bisa memakan waktu yang cukup lama. “Jadi manajemen penanganan kasus juga harus dilakukan. Kita harus menerapkan juga prinsip manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling). Agar setiap dugaan kasus yang ditangani bisa fokus dengan data yang lengkap. Kemudian penanganan akhirnya akan seperti apa, harus dibahas secara terbuka,” ungkapnya.

Misalnya, kata Agus, dalam perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kita harus punya data dari setiap usulan di tingkat desa dan kecamatan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) hingga di ketok palu di rapat paripurna. “Nanti kita bisa tahu ada anggaran yang tiba-tiba muncul di paripurna yang tidak melalui tahap perencanaan atau tidak diusulkan sebelumnya. Ini sudah memenuhi unsur dugaan korupsi,” ungkap Agus.

Begitu juga dalam pelaksanaan, ia mengungkapkan, adanya proyek-proyek penunjukkan langsung (PL) harus lebih dicermati karena berpotensi terjadinya tindakan korupsi. “Dalam pelaksanaannya kita lihat banyak proyek yang tidak ada papan namanya. Ini juga sudah masuk unsur dugaaan korupsi. Ada yang disembunyikan agar masyarakat tidak tahu nilai anggaran proyek, sumber anggarannya, dll.,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, untuk menangani setiap dugaan korupsi harus memahami dulu aturan hukum mengenai tindak pidana korupsi. “Karena korupsi di negeri kita tercinta ini bisa melibatkan dari tingkat RT sampai pejabat tinggi. Dari mulai masyarakat biasa sampai orang berpendidikan tinggi. Jadi harus kita kuasai aturan hukumnya, supaya kita tidak dibodohi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Bojan Hodak : PSM Saat Ini Sudah Berbeda

Misalnya masalah yang sangat sederhana pungutan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di tingkat RT atau RW ada yang memungut tambahan biaya 15% karena tidak ada anggaran untuk upah pungut. Sementara keterangan di desa atau kelurahan, sudah ada anggaran untuk upah pungutnya. Kalau kita tidak memahami aturannya kita tidak akan tahu mana yang benar, mana yang melakukan kesalahan.

Begitu juga dalam masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang belakangan ramai ini, kata Agus, GNPK-RI harus punya pegangan petunjuk pelaksanaan (Juklak) atau petunjuk teknis (Juknis) PPDB dari mulai Kementrian sampai Perbupnya. “Kita bedah sesuai tidak dengan aturan yang ada, kalau ternyata menyimpang, patut diduga adanya korupsi di sana,” pungkasnya.@alfa

Baca Berita Menarik Lainnya :