VISINEWS | SOLO – Persoalan kekurangan dokter spesialis dan rencana penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit yang digulirkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belakangan ini akan menjadi pokok bahasan pertemuan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) tahun 2023 di Solo, yang akan diikuti 92 dekan fakultas kedokteran (FK) anggota AIPKI se Indonesia.
Ketua Umum AIPKI, Prof. Budi Santosa dari FK Universitas Airlangga, didampingi dekan FK Universitas Sebelas Maret, Prof. Reviono sebagai ketua pelaksana pertemuan AIPKI, menjelaskan kepada wartawan di kampus FK-UNS, Jumat (27/1/2023) siang, masalah kekurangan dokter spesialis bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di banyak negara.
“Masalah yang harus segera diselesaikan, sebenarnya adalah distribusi dan upaya mempertahankan dan bahkan meningkatkan kualitas dokter spesialis. Saat ini terjadi penumpukan dokter umum dan dokter spesialis di kota-kota besar, seperti Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta dan Bali. Di Jakarta saja jumlah dokter spesialis obstetri dan ginekologi bisa 900 orang. Sedang di Papua banyak daerah yang belum ada,” katanya.
Mengutip data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Prof. Budi menyebutkan, saat di Indonesia baru terdapat sekitar 54.000-an dokter spesialis, meliputi 47 kelompok spesialisasi, dari spesialis anak (Sp.A), spesialis bedah (Sp.B), sampai kelompok spesialis gigi seperti spesialis ortodonti (Sp.Ort) dan odontologi forensik (Sp.OF).
Dalam upaya meningkatkan jumlah dokter spesialis tersebut, menurut Ketua umum AIPKI tersebut, Kemenkes akan menerapkan sistem pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit yang berbeda dengan sistem yang berlaku saat ini, yakni pendidikan berbasis universitas.
Selama ini, katanya, pendidikan dokter spesialis mulai dari proses seleksi dilakukan universitas dan proses pembelajarannya di RS pendidikan, baik RS pendidikan utama maupun RS pendidikan satelit atau RS jejaring.
“Dalam pendidikan dokter spesialis berbasis universitas, perguruan tinggi mendidik dan memberikan modul pembelajaran. Itu berbeda dengan pendidikan berbasis rumah sakit yang melibatkan dokter. Jangan sampai dokter yang bukan pendidik mengajarkan hanya dengan melakukan dengan praktik,” tandasnya.
Prof. Budi Santosa mengungkapkan, dalam upaya memenuhi tuntutan peningkatan jumlah dokter spesialis, sekaligus menjawab tantangan peningkatan kualitas, AIPKI menyodorkan jalan tengah melalui academic health system (AHS), yang dapat menyatukan prinsip university based dan hospital based.
AIPKI berharap, melalui AHS yang sudah diterapkan di seluruh dunia dapat dihitung jumlah dan jenis lulusan dokter spesialis untuk memenuhi kebutuhan setiap wilayah.
“Diperlukan upaya inovatif pemerintah untuk membuat para dokter spesialis dengan suka rela mendistribusikan atau mengabdikan diri ke daerah-daerah memang membutuhkan,” tandasnya.
Pertemuan Asosiasi Institusi pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) tahun 2023, dengan tema “Peran AIPKI dalam menjaga Kualitas Lulusan Pendidikan Dokter melalui Sistem AHS” tersebut, akan digelar selama 2 hari, Sabtu dan Minggu (28-29/1/2023). @tok