VISI.NEWS | BANDUNG – Ratusan pekerja/buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jabar (AJB) melakukan aksi unjuk rasa massal di depan Gedung Sate, Bandung, pada Selasa (21/11/2023). Para demonstran yang dipimpin oleh para ketua serikat pekerja seperti Ajat Sudrajat, Lili Hambali, H. Asep Salim Tamim, Azhar Hariman, Dayat, dan Edy Antara, menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap kondisi upah yang dinilai belum memadai akibat aturan yang dikeluarkan pemerintah belum berpihak pada mereka.
Salah satu pemimpin aksi, Ajat Sudrajat, Ketua SBSI’92, mengungkapkan, “Pengusaha cenderung menganggap penerapan upah minimum sebagai upah maksimum, membatasi kesejahteraan buruh.” Pernyataan ini mencerminkan ketidaksetujuan terhadap sistem pengupahan yang dianggap tidak adil.
Sekretaris PD FSPTI SPSI Jawa Barat, Hamam, S.H., menyoroti dampak pandemi dan krisis ekonomi global terhadap buruh. “Meski krisis sudah berlalu, regulasi upah tidak beranjak, menyulitkan buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tandasnya.
Dalam pertemuan setelah aksi, para pemimpin AJB diterima oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Abdul Hadi Wijaya. Mereka menyampaikan tuntutan kepada pemerintah provinsi untuk menolak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 yang dinilai merugikan buruh.
H. Asep Salim Tamim, Ketua GOBSI, menambahkan, “Kami mengajukan rekomendasi kepada DPRD Provinsi Jawa Barat untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2024 yang berkeadilan.” Tuntutan tersebut disertai dengan formulasi perhitungan upah minimum yang mencakup kebutuhan hidup layak, laju pertumbuhan ekonomi, dan inflasi.
Dalam pernyataan resmi, AJB menegaskan bahwa penolakan terhadap regulasi yang merugikan buruh adalah langkah awal dalam memperjuangkan hak-hak pekerja. Aksi unjuk rasa ini menjadi sorotan publik, mengingat dampaknya terhadap isu-isu ketenagakerjaan yang tengah berkecamuk.
@uli