VISI.NEWS | YOGYAKARTA – Kementerian Pertanian, Bappenas, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sepakat bahwa kesejahteraan ayam dan itik petelur adalah isu penting yang harus didorong bersama oleh berbagai pihak. Hal ini terangkum dalam diskusi terpumpun yang diselenggarakan Animal Friends Jogja (AFJ) di Grhatama Pustaka Yogyakarta, pada Senin (11/12/2023).
Diskusi terpumpun yang dibuka oleh Ir. Sugeng Purwanto dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat ini mempertemukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan menghadirkan tiga narasumber terkait dari pemerintah pusat yaitu, drh. Pujo Setio, M.Si. sebagai Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Perikanan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, drh. Hastho Yulianto, M.M., sebagai Koordinator Kesrawan di Kementerian Pertanian, serta Jarot Indarto, sebagai Direktur Pangan dan Pertanian di BAPPENAS. Diskusi ini menghadirkan pula narasumber dari pemerintah daerah Edy Suryanta, S.Pt. dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul dan Ir. Sri Haryatini, S.Pt. MM. IPM. dari Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kabupaten Sleman.
Mengusung tema “Peternakan Ayam dan Itik Petelur Sejahtera: Menyongsong Masa Depan Peternakan di Indonesia”, kegiatan ini merupakan bagian dari upaya advokasi kebijakan yang dilakukan AFJ, terutama untuk transformasi kebijakan di Indonesia yang lebih mengedepankan kesejahteraan ayam dan itik petelur melalui penerapan sistem peternakan yang sesuai dengan standar kesejahteraan hewan.
drh. Hastho Yulianto, M.M., dari Kementerian Pertanian memaparkan bahwa penerapan kesejahteraan hewan dapat dilihat dari standar publik dan standar swasta. “Perlu harmonisasi untuk penerapan standar,” ungkap drh. Hastho. “Jika dibandingkan, standar swasta tak bisa menggantikan standar publik, tapi bisa memfasilitasi dan menciptakan perluasan pasar dan penerapan yang intensif,” lanjutnya.
Terdapat beberapa aspek penting untuk memastikan kesejahteraan hewan yang diternakkan, khususnya ayam dan itik petelur di Indonesia, seperti regulasi yang ketat mengenai manajemen kesehatan serta perlakuan yang etis terhadap hewan, penyediaan infrastruktur yang memadai untuk pengawasan dan penanganan penyakit hewan, serta adanya kepastian kepatuhan terhadap regulasi tersebut.
“Adanya regulasi peraturan yang jelas mampu menetapkan standar penting mengenai bagaimana hewan yang diternakkan harus diperlakukan, membentuk sikap dan perilaku, serta memberikan pesan yang jelas kepada masyarakat,” ungkap Elly Mangunsong, salah satu pendiri AFJ. “Mengabadikan kesadaran dalam regulasi atau kebijakan dapat membawa suatu negara selangkah lebih dekat untuk memastikan bahwa hewan bisa mendapatkan kehidupan yang layak mereka dapatkan,” lanjutnya.
Dalam sesi kedua, Elly Mangunsong memaparkan pula inisiasi Cage-Free District sebagai salah satu penerapan good practice dalam kesejahteraan ayam petelur di dunia bisnis. Cage-Free District merupakan sebuah kampanye nirlaba yang mengajak kawasan bisnis di Indonesia seperti restoran, kafe, hotel, dan lain-lainnya, untuk menjadi kawasan yang lebih ramah dan peduli terhadap kesejahteraan hewan yang diternakkan dalam rantai pasok bisnis.
Sementara itu, Edy Suryanta, S.Pt dari Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bantul mengatakan, “Saat ini masih banyak penerapan unit usaha produk hewan yang terkendala fasilitas atau infrastruktur, sehingga penerapan kesejahteraan hewan juga memerlukan fasilitas yang memadai.”
Sebagai bagian dari perayaan Hak Asasi Hewan Internasional yang jatuh setiap tanggal 10 Desember, kegiatan ini juga berfungsi sebagai pengingat bahwa hewan yang diternakkan adalah makhluk yang berperasaan, yang mampu merasakan sakit dan penderitaan, tetapi juga mampu merasakan keadaan positif seperti kesenangan dan kegembiraan. Mengakomodasi perilaku alami hewan yang diternakkan dalam regulasi dan peraturan negara menunjukkan bahwa suatu negara menghargai nilai intrinsik dan kesejahteraan hewan.
Dalam diskusi ini, tercapai lima poin kesimpulan, yang dibacakan dalam forum dan selanjutnya diserahkan pula pada BAPPEDA untuk masuk ke dalam usulan RPJPD 2025-2045. Lima poin tersebut meliputi:
- Diperlukan standar regulasi untuk membangun peningkatan kualitas kesejahteraan hewan beserta strategi implementasinya dengan standar yang lebih tinggi sebagai langkah yang strategis.
- Penyusunan rencana strategis (Renstra) kesejahteraan hewan melalui RPJMN, RPJPN, dan RPJPD.
- Kolaborasi dengan pihak terkait.
- Dibutuhkan penelitian dan inovasi yang dilakukan oleh lembaga penelitian dan pendidikan tinggi.
- Pengembangan program sosialisasi, pendidikan (edukasi) dan pelatihan.
Setelah adanya standar regulasi yang komprehensif untuk memajukan kualitas kesejahteraan hewan, khususnya dalam konteks peternakan ayam dan itik petelur, implementasinya dapat diwujudkan melalui langkah-langkah strategis. Dalam prosesnya pun diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, industri, LSM, serta lembaga pendidikan yang didukung oleh forum komunikasi dan informasi publik.
@mpa