VISI.NEWS | MADIUN -Penceramah kondang K.H. Ahmad Muwafiq atau yang karib disapa Gus Muwafiq mengungkapkan asal usul berkat dan alasan orang NU khususnya, masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya, suka makan-makan jika sudah berkumpul dalam suatu pertemuan, khususnya dalam tradisi Haul dan Maulid Nabi.
“Orang Jawa itu sukanya makan. Makan gak makan kumpul. Mosok wis ngumpul gak dikei mangan (makan enggak makan kumpul, masa sudah berkumpul tidak dikasih makan),” ungkapnya dalam Haul Akbar Syekh Kiai Ageng Basyariyah dan Doa Bersama 1.000 Ulama Se-Nusantara untuk Bangsa di Madiun, Jawa Barat, Sabtu (1/9/2023) malam. “Itu tradisi para sahabat (Nabi). Makan itu kan tradisi para sahabat,” ungkapnya di depan ribuan hadirin yang antusias menyimak ceramah.
Kemudian, kiai berambut gondrong itu menjelaskan bahwa dulu setiap hari Senin Nabi Muhammad saw berpuasa. Ketika Nabi berpuasa, para sahabat memasak, menyiapkan makanan untuk buka puasa Nabi. Karena banyak yang ingin ikut ambil bagian, kemudian makanan itu pun menjadi banyak. Makanan itu kemudian dibawa ke kediaman Nabi. Sebelum dinikmati Nabi, sahabat itu suka bercanda.
Gus Muwafiq menceritakan dialog sahabat itu sesuai psikologi dan nalar keseharian audiens, dengan dialog sederhana nan renyah. “Kamu masak apa, Kang?” “Oh, aku masak gulai.”
“Kalau kamu (yang lain)?”
“Masak rica-rica. Aku sudah lama enggak makan gulai, nanti aku minta gulai-mu, ya?” Sahabat yang satunya lagi, “Aku nanti minta sate-mu, ya?”
Menurut pria kelahiran 2 Maret 1974 itu, para sahabat saling melihat masakan lainnya. Kemudian Nabi Muhammad Saw diminta berdoa, seraya mencicipi sedikit dari makanan-makanan itu.
Begitu Nabi berdoa: Allahumma bārik lana fima razaqtana waqina ‘adzābannār, Gus Muwafiq mengisahkan, makanan yang sudah dibacakan doa barakah, bārik, itu menjadi makanan barakah. “Makanan barakah itu kalau sudah didoain jadi daging, dagingnya daging barakah. Daging barakah itu tidak (mempan) dibakar api neraka. Makanya, bārik lana itu terusannya waqina ‘adzābannār,” terang kiai yang kerap tampil dengan peci hitam dan pakaian serba putih itu.
Gus Muwafiq melanjutkan, makanan yang sudah didoakan Nabi itu menjadi makanan barakah. Kalau makanan itu tak habis dimakan, kemudian sebagian dibawa pulang ke rumah masing-masing.
“Sebab makanannya barakah, maka ketika dibawa pulang namanya berkat,” jelasnya, dalam bahasa Jawa.
Tokoh yang pernah menjadi asisten Gus Dur itu menegaskan, berkat itu kebiasaan para sahabat, bukan mengarang sendiri.
Menurutnya, meski makanan milik sendiri, jika sudah didoakan akan berubah statusnya menjadi makanan barakah. “Barangnya masih sama, statusnya berubah,” tegasnya.
Ia pun mencontohkan, seperti laiknya lelaki dan perempuan. Sepasang anak manusia itu kemudian pergi ke kantor urusan agama (KUA). Di KUA, mereka dinikahkan oleh penghulu: ankahtuka wazawajtuka, qabiltu nikahaha, barakallahu laka wa baraka ‘alaika. “Maka begitu keluar dari KUA, barangnya (orangnya) masih sama, celananya juga belum ganti, tapi statusnya berubah: jadi suami istri,” terangnya dengan senyum ramah.
“Sebelum masuk KUA mencubit haram, men-jawil dosa. Setelah keluar dari KUA, status suami istri jadi halal. Mencubit halal, mencopot celana (pasangan sah)nya jadi halal,” ungkapnya disambut derai tawa hadirin.
Hadir dalam acara ini Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendi, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elistianto Dardak, Bupati Madiun H Ahmad Dawami Ragil Saputro, dzurriyah Kiai Ageng Basyariyah, segenap kiai, tokoh, dan masyarakat umum.
@mpa/nu/kendi setiawan