VISI.NEWS | SOREANG – Mengawali terjun ke partai politik, H. Asep Ikhsan harus banyak menelan pil pahit. Pria yang lebih separuh usianya menggeluti dunia pendidikan ini, menjelang Pileg 2019 lalu diajak nyaleg di Partai Golkar Kab. Bandung. Karena menghormati petinggi partai di Kab. Bandung itu, iapun menerima ajakan tersebut.
Baca juga
BAGIAN 2 | Soal PAW Partai Golkar Kab. Bandung, Ini Kata UU MD3
BAGIAN 3 | Ditanya Soal Loyalitas Terhadap Golkar, Asep Ikhsan Tertawa Lebar
Agus Baroya : KPU Belum Menerima Surat Proses PAW dari DPRD Kab. Bandung
Sekretaris Partai Golkar Kab. Bandung : Proses PAW Masih Dalam Pertimbangan DPP
Dr. Asep Deni, “Selama Pak Asep Ikhsan Masih Kader Golkar Berhak atas Kursi DPRD”
Namun, Asep Ikhsan merasa heran saat ia mendapat nomor urut yang didapatkannya ‘nomor 8’ di daerah pemilihan (Dapil VI) Kab. Bandung. Rasa heran yang sama juga diungkapkan salah satu ketua DPP yang juga nyaleg untuk DPR RI Ace Hasan Syadzily. “Kenapa Pak Asep Ikhsan disimpan di No. 8 yah, katanya diminta, tapi dapat nomornya besar,” ujar Ace Hasan di Graha Wirakarya September 2019 lalu.
Meski demikian, pemilik sekolah SMK Wirakarya ini, tidak terlalu mempermasalahkannya dan ia langsung fokus untuk memenangkan pileg. Ragam tokoh pun berdatangan memberikan dukungannya. Dari mulai ketua RT, RW, para kepala desa, para ustadz, bahkan Mamah Dedeh yang biasa mengisi acara di Indosiar, berkali-kali menyambangi rumah Asep Ikhsan untuk memberikan dukungan. “Dukungan masyarakat Alhamdulillah luar biasa, karena Pak Haji Asep Ikhsan sendiri sebelumnya memang sudah dikenal masyarakat,” ungkap Iwan, salah satu koordinator tim suksesnya.
Hasil Pileg Asep Ikhsan menempati peraih suara terbanyak ke-3, dimana raihan suara terbanyak kesatu dan duanya diraih ‘incumbent’ H. Firman B. Sumantri dan Hj. Neneng Hadiani. Firman dan Neneng melenggang ke Soreang dan dilantik sebagai anggota DPRD Kab. Bandung periode 2019-2024. Sementara Asep Ikhsan tertinggal di Ciparay. Jerih payah dia dan timnya tidak cukup jumlah suara untuk meloloskan 3 kursi Partai Golkar dari Dapil VI.
Asep Ikhsan pun kembali pada rutinitasnya, mengelola pendidilan, dan membangun kerjasama untuk pelatihan pekerja migran dan perguruan tinggi.
Bertepatan dengan puncak masa pandemi Covid-19, pada 22 Juli 2021 lalu Hj. Neneng Hadiani dipanggil oleh yang maha kuasa. Beberapa hari kemudian Asep Ikhsan pun dagang ke rumah duka. Terjadi kekosongan kursi dari fraksi Partai Golkar yang ditinggalkan almarhumah.
Asep Ikhsan tidak ujug-ujug mengurus kekosongan kursi untuk diisi Penggantian Antar Waktu (PAW) yang menjadi haknya. Ia merasakan suasana duka yang bukan hanya melanda keluarga juga seluruh pengurus dan kader partai.
Setelah empat bulan, Asep Ikhsan mulai mencari informasi yang berkaitan dengan PAW Partai Golkar Dapil VI Kab. Bandung. Informasi yang ia dapat simpang siur. Bahkan ada yang menyebutkan, haknya akan diambil oleh peraih suara terbanyak dibawahnya.
Asep mencoba mencari kebenaran informasi itu. Namun ternyata tidak mudah untuk mendapatkan info yang valid. Dari berbagai informasi yang dia kumpulkan ternyata ada tudingan bahwa Asep Ikhsan dianggap tidak loyal ke Golkar.
Sumber tudingan karena Asep Ikhsan bergaul dekat dengan elit partai lain. Asep dekat dengan PDI Perjuangan, Partai Demokrat, maupun PKB yang berhasil meloloskan HM Dadang Supriatna – yang sebelumnya kader Partai Golkar – menjadi Bupati Bandung.
Ini bisa terjadi, karena Asep Ikhsan memiliki gedung pertemuan yang cukup representatif di Kab. Bandung ‘Graha Wirakarya’. Gedung ini sering digunakan kegiatan berbagai partai politik di Kab. Bandung. Mereka kerap menyewa gedung dan menjadikan Asep Ikhsan dikenal oleh para elit partai disini.
“Lantas salah saya apa?,” ujar Asep Ikhsan, Selasa, 4 Januari 2022 lalu.
Dari penelusuran yang dilakukannya, Asep Ikhsan menemukan ternyata selama ini ia sedang dicari-cari kesalahannya. Asep Ikhsan dituding pindah ke Partai Demokrat dan Asep Ikhsan juga dianggap tidak loyal karena mendukung segera dilantiknya pasangan HM Dadang Supriatna dan Sahrul Gunawan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bandung, yang waktu itu sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Asep sendiri beralasan karena selain selisih kemenangan yang cukup jauh dengan kandidat lain, juga karena terhambatnya administrasi pemerintahan akibat kosongnya jabatan.
Sebagai new comer dalam kancah politik di Kabupaten Bandung Asep Ikhsan merasa tidak ada yang salah. Ia merasa yang dilakukannya itu normatif untuk kepentingan masyarakat luas, untuk kebesaran Partai Golkar sendiri dimata masyarakat. Untuk menjaga marwah Partai Golkar.
Hal ini telah Asep Ikhsan buktikan dengan tidak pernah lagi berhubungan pasangan Dadang – Sahrul sejak dilantik sampai sekarang. Sampai hari ini.@alfa/asa