VISI.NEWS – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menetapkan Benny Tjokrosaputrosebagai tersangka dalam kasus dugaan investasi bodong. Dia diduga sebagai pelaku utama dalam kasus ini.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Helmy Santika mengatakan, Benny jadi tersangka sejak 16 Maret 2020. Kasus ini melibatkan PT Hanson International Tbk dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.
“Peran BT adalah pelaku utama penghimpunan dana ilegal dengan menggunakan badan hukum PT Hanson Internasional dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri,” kata Helmy saat dihubungi, Senin (7/9), seperti dilansir CNN Indonesia.
Meski demikian, hingga saat ini perkara tersebut belum rampung untuk disidangkan. Helmy mengatakan penyidik masih membutuhkan keterangan Benny Tjokro untuk merampungkan berkas perkara sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan.
Bareskrim akan memeriksa Benny Tjokro pada beberapa waktu ke depan. Helmy mengatakan pihaknya masih menunggu jadwal dari Pengadilan Tipikor.
Sebagai informasi, saat ini Benny Tjokro berstatus terdakwa dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan sedang menjalani persidangan.
“Pemeriksaan BT menunggu jadwal pemeriksaan dari Majelis Hakim Tipikor,” kata dia.
Dalam perkara ini, Bareskrim telah menetapkan dua badan hukum serta 13 tersangka perorangan. Dua badan hukum itu adalah PT Hanson International Tbk dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.
Para tersangka diduga melakukan pidana perbankan dan pasar modal serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Mereka dijerat dengan Pasal 46 UU Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 atau Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus dugaan investasi bodong ini bermula dari laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap PT Hanson Internasional Tbk ke Bareskrim Polri. Diduga perusahaan itu telah menghimpun dana masyarakat tanpa izin pemerintah sejak 2016.
Dalam laporannya, ia menyebut perusahaan tersebut menghimpun dana berbentuk deposito dalam jangka waktu tiga bulan maupun enam bulan. Uang tersebut nantinya digunakan untuk membeli lahan di daerah Maja, Parung, dan Lebak.
Dalam laporannya, PT Hanson Internasional diduga telah mengumpulkan Rp 2,4 triliun hingga pertengahan 2019.
Sidang Jiwasraya
Pada sidang perkara Jiwasraya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (7/9) sore, Dosen STIE Indonesia Banking School yang menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Batara Maju Simatupang, mengatakan kesalahan lain dari Jiwasraya adalah dalam hal pembelian saham.
Menurutnya, dalam hal ini Jiwasraya melanggar ketentuan dalam pemilihan saham atau surat utang berjangka lantaran perusahaan pelat merah tersebut seharusnya mencari minimum grade A.
Batara juga mengatakan ada upaya penggunaan nama orang lain atau nominee arrangement yang bertujuan untuk melengkapi syarat mendirikan perusahaan sebagaimana UU Perseroan.
Hanya saja, kehadiran nominee yang berada di bawah kontrol seseorang guna melakukan investasi maupun transaksi saham dinilai sebagai bentuk pekerjaan yang tidak profesional. Sebab, menurut Batara, keberadaan nominee acap kali diikuti dengan pemufakatan jahat.
“Tapi, secara profesional ini tidak boleh dilakukan. Kenapa? Artinya saya akan menghimpun suara-suara perusahaan-perusahaan yang ada di luar sana. Di dalam under control saya. Tentunya pada saat itu terjadi apa ada pemufakatan jahat dengan investor lain dan sebagainya. Inilah yang menimbulkan pump and dump, dan hit and run,” kata Batara.
Batara menambahkan seseorang bisa dikatakan melakukan tindak pidana apabila melibatkan nominee tanpa sepengetahuan langsung dari yang bersangkutan.
“Kalau ada nominee seperti itu istilahnya dikendalikan satu orang, apalagi orang tersebut tidak mengetahui, hanya comot KTP, wah ini lebih gawat lagi. Bukan tidak banyak masalah ini, di perbankan saya lihat banyak persoalan seperti ini,” ujarnya.
Munculnya kasus gagal bayar Jiwasraya yang diumumkan 12 Oktober 2018 oleh Direktur Utama Jiwasraya saat itu Asmawi Syam, yang membuka jalan terbongkarnya kasus kriminal kerah putih yang membuat negara ditaksir kerugian sampai Rp18 triliun dengan nasabah gabungan produk tradisional dan JS Saving Plan berjumlah hingga 5,5 juta nasabah.
Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangka yang kini tengah menjalani sidang di pengadilan Tipikor dan TPPU di PN Jakarta. Selain itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan 13 manajer investasi dalam kasus gagal bayar PT Jiwasraya sebagai tersangka. @fen