VISI.NEWS | JAKARTA – Rasulullah saw. pernah bersabda yang artinya demikian: “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR Ibnu Majah)
Dalam hadis tersebut, kita sebagai manusia kemudian diingatkan bahwa secara manusiawi, manusia pernah melakukan perbuatan dosa. Ketidaksempurnaan manusia menjadi pintu terbukanya perbuatan salah, baik atas urusan ‘ubudiyah (kewajiban dalam hablum minallah) maupun mu’amalah (kewajiban dalam hablum minannas).
Demikian dikemukakan Dr. Lia Istifhama, M.E.I., Sekretaris MUI Jatim,
Sabtu, 16 April 2022, seperti dilansir laman MUI pusat dari MUI Jatim.
Dikatakannya lebih lanjut, berbuat salah cenderung menciptakan masalah dan berpotensi menjadi perbuatan dosa, terutama dalam urusan mu’amalah.
“Hal ini merupakan satu realita yang kerap terjadi dalam kehidupan. Meski lumrah terjadi dalam relasi atau hubungan sosial, namun seyogianya kita pun tidak membiasakan diri dengan perbuatan salah. Alasannya sangat jelas bahwa perbuatan salah bukan hanya mengarah pada perbuatan dosa, melainkan juga menciptakan masalah yang menimbulkan dampak mudarat, yaitu merugikan diri sendiri dan orang lain,” terangnya.
Oleh sebab itu, marilah bertaubat, dan jemputlah selamat, yaitu melalui tiga fase berikut:
Tawakal
Setelah menyadari perbuatan salah dan dosa yang menciptakan masalah, maka hal utama yang kita lakukan adalah mendekatkan diri pada Allah SWT, Sang Penolong atas segala permasalahan hambaNya. Hal ini sesuai dengan salah satu sifat mulia Allah SWT yang diterangkan dalam Asmaul Husna, yaitu An-Nashir, Sang Pemberi kemenangan untuk hamba-Nya, Penjamin pertolongan dan pembelaan bagi hambaNya.
Melalui pendekatan diri pada Allah SWT yang sekaligus bertawakal atau berserah diri pada Allah SWT, maka manusia memiliki harapan hadirnya keselamatan atas akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan manusia.
Taubat
Fase berikutnya adalah komitmen tidak mengulangi perbuatan dosa, yaitu melalui taubat nasuha. Taubat adalah proses menuju selamat, yaitu selamat dari masalah dunia dan selamat dari hukuman di akhirat. Maka, bertaubatlah secara utuh dan tulus, maka urusan pun menjadi mulus (lancar).
Diterangkan dalam Firman Allah SWT, At Tahrim ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”
Ikhtiar Memperbaiki Kesalahan
Fase berikutnya adalah berdamai pada keadaan. Dalam hal ini, manusia secara ikhlas dan sadar menerima kekurangan dirinya dan mencoba memaafkan dirinya sendiri yang telah melakukan kesalahan di masa lalu. Fase ini dapat disebut sebagai proses refleksi diri, bahwa manusia melakukan introspeksi dan berusaha memperbaiki dirinya.
Dalam membangun ikhtiar memperbaiki diri, manusia harus membangun sikap optimistis untuk menyelesaikan masalah akibat perbuatannya sendiri. Sebaliknya, manusia menghindari keputus-asaan karena putus asa tidak menyelesaikan masalah. Bahkan Islam pun secara tegas menolak sikap putus asa.
Dalam sebuah hadis diterangkan:
الشُّأْمُ سُوْءُ الْخُلُقِ (رواه الطبراني)
“Putus asa adalah akhlak yang buruk.” (HR Imam Thabrani, Kitab Al-Jami’us Shaghier, hadis nomor 4964).
Dalam menghadapi masalah yang timbul akibat perbuatannya, manusia harus memiliki spirit keoptimisan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan begitu, manusia memiliki semangat untuk menempuh beragam ikhtiar melunasi permasalahannya dan menutupi kerugian orang lain yang pernah dikorbankannya.
Dalam bulan suci Ramadan, tentu kita pun berharap, melalui sikap tawakkal, taubat, dan selalu ikhtiar memperbaiki kesalahan, maka semoga kita senantiasa mendapatkan pertolongan Allah SWT untuk menyelesaikan berbagai masalah akibat perbuatan kita sendiri. Lebih lanjut, semoga kita pun terhindar dari segala kerumitan perbuatan dosa. @fen