VISI.NEWS | BANDUNG – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa awal musim kemarau 2025 di Indonesia akan berlangsung mulai Maret hingga Juni. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyebutkan bahwa musim kemarau terjadi akibat peralihan angin Monsun Asia ke Monsun Australia.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, Juli, dan pada Agustus 2025,” ujar Dwikorita, sebagaimana dikutip dari laman resmi BMKG pada Kamis (13/3/2025).
Berdasarkan pemantauan suhu laut pada awal Maret 2025, fenomena La Nina telah bertransisi ke fase Netral dalam skala El Nino Southern Oscillation (ENSO). Begitu pula dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang berada pada fase Netral. Kedua fenomena ini diprediksi tetap Netral sepanjang musim kemarau 2025.
“Saat ini di bulan Maret, tanggal 13 Maret 2025, BMKG menyatakan bahwa La Nina telah berakhir dan musim kemarau 2025 diprediksi normal. Artinya segala sesuatunya berjalan lebih kondusif dari segi cuaca,” ujar dia.
Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologis 1991-2020, BMKG memprediksi bahwa awal musim kemarau 2025 akan sama dengan normalnya di 207 Zona Musim (ZOM), mengalami kemunduran di 204 ZOM, dan lebih cepat di 104 ZOM. Wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau sesuai normalnya antara lain Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta beberapa wilayah di Maluku dan Maluku Utara.
Sebaliknya, musim kemarau diprediksi datang lebih lambat di Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, serta beberapa bagian Maluku Utara dan Merauke. Sementara itu, sebagian kecil wilayah Aceh, Lampung, Jawa bagian barat dan tengah, Bali, NTB, dan NTT diperkirakan mengalami musim kemarau lebih basah dari biasanya.
BMKG juga mengingatkan bahwa musim kemarau yang lebih kering dari normal diprediksi terjadi di Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi tengah, Maluku Utara, dan Papua bagian selatan.
Menghadapi musim kemarau 2025, BMKG mengimbau sektor pertanian untuk menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas tanaman tahan kekeringan, serta mengelola sumber daya air dengan optimal. Sementara itu, wilayah yang berpotensi mengalami kemarau lebih basah diharapkan dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan produksi pertanian.
Selain itu, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di daerah yang diperkirakan mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya. @ffr