VISI.NEWS | BANDUNG – Pilkada seringkali hanya terkait dengan “logistik” atau “uang”, tanpa lebih. Meskipun ada janji manis dari para kontestan Pilkada saat kampanye, kenyataannya banyak daerah yang tetap terjebak dalam stagnasi ekonomi. Mayoritas daerah di Indonesia tumbuh di bawah angka pertumbuhan ekonomi nasional, dan tingkat kemiskinan di daerah-daerah justru lebih tinggi daripada tingkat nasional.
Selain itu, kepala daerah sering tersangkut kasus korupsi yang terjadi dalam konteks dan motivasi untuk mengembalikan dana yang telah dikeluarkan selama Pilkada. Masa depan ekonomi ratusan juta penduduk Indonesia bisa terhalang oleh kapitalisasi moralitas Pilkada kita. Dalam pembicaraan serius, Pilkada seringkali hanya terkait dengan kalkulasi uang dan jumlah suara yang bisa diraih dengan uang tersebut.
Akibat fokus pada uang dan logistik, banyak daerah mengalami kendala dalam pembangunan. Rencana strategis dan program pembangunan seringkali terabaikan karena perhatian lebih besar diberikan pada aspek finansial. Akibatnya, infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat tidak berkembang seoptimal yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah ini, transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan. Dana yang digunakan selama Pilkada harus dilacak dengan baik, dan kepala daerah harus bertanggung jawab atas penggunaannya. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat dalam pemantauan proses Pilkada juga penting.
Agar Pilkada tidak hanya menjadi masalah “uang”, perlu adanya perubahan paradigma. Kontestan Pilkada harus lebih fokus pada visi, misi, dan program kerja yang akan membawa perubahan positif bagi daerah. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa Pilkada benar-benar menjadi ajang pemilihan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
@shintadewip