VISI.NEWS | BANDUNG – Media siber pengguna internet makin lama makin meningkat Ada akselerasi untuk adopsi digital. Di Indonesia sebelum pandemi angkanya 53 persen sekarang 74 persen. “Ada kecenderungan sekarang ini kita bangun tidur yang pertama dicari adalah internet,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muchtadi saat Workshop Trusted News Indicator: New Media & Politics yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) secara daring, Jumat (31/03/2023).
Besarnya pengguna internet dan media siber sekarang ini, kata Burhanuddin, menunjukkan berita politik dan pemerintahan naik secara eksponensial. “Sementara penonton TV trend nya menurun apalagi media cetak dan radio rendah,” ungkapnya.
Trust atau kepercayaan terhadap sumber pemberitaan melalui internet itu penting. Media siber sangat penting untuk menjaga trust masyarakat. “Harus berupaya untuk menaikan reputasi dan kredibiltasnya. Kita mendapati tantangan trust terhadap media tudak terlalu tinggi, 55-60 persen kepercayaan publik terhadap media. Paling tinggi terhadap militer, sebelumnya polisi juga tinggi, sekarang agak menurun,” ungkapnya.
Namun, katanya lebih lanjut, di Indonesia masih lebih baik dibandingkan di Amerika Serikat. Di AS sudah rendah turun lagi. “Kepercayaan masyarakat di sana ke media 4 persen meningkat, sedangkan 5 persennya menyatakan tidak ada perubahan,” katanya.
Warga Republilen AS kepercayaan terhadap media menurun drastis. Namun kabar baiknya, publik masih percaya media masih bisa direatorasi meski menurun. Krena kita percaya media pilar penting dari demokrasi. “Kalau kepercayaan publik terhadap media menurun, maka kepercayaan mereka terhadap demokrasi juga menurun. Maka ini penting untuk menjaga kepercayaan publik. Kalau kita ingin mempertanankan kepercauaan publik terhadap demokrasi maka harus diperbaiki trust terhadap media,” ungkap Burhanuddin.
Apa yang bisa dilakukan? Kata Burhanuddin tidaklah mudah karena informasi yang dibuat media melahirkan polarisasi. Political misinformasi, lepas dari motif intinya hoaks. “Dulu media dipercaya akan mempengaruhi sikap publik sebelim banyaknya hoaks dan polarisasi. Sekarang kita melihat masyarakat partisan hanya mencari media partisan. Jadi bukan media yang mempengaruhi masyarakat. “Mereka yang pro Jokowi misalnya, akan mencari media yang pro Jokowi. Sebagian masyarakat jadi kurang open minded dalam menerima informasi dari media. Tugas media sekarang mempengaruhi publik yang partisan mengurangi partisannya dan yang open minded didorong agar lebih meningkat jumlahnya,” kata Burhanuddin.
Apa yang menjadikan publik kurang percaya terhadap media?
Burhanuddin mengatakan hasil penelitian di Amerika Serikat adalah masalah akurasi. Media dianggap tidak akurat. Berita palsu, media dianggap lebih banyak ngomong opini bukan fakta. Jadi bisa mencurangi kepercayaan publik terhadap. media. Agenda settingnya kelihatan. Point of view.
“Di AS sendiri publik malah menilai klik bait itu tidak apa-apa yang penting akurat. Ini sebenarnya ruang buat media unruk mengakomodasi kepentingan redaksi dan kepentingan bisnisnya,” katanya.
Dibagian akhir paparannya, Burhanuddin Muchtadi mengungkap hasil survei di AS yang menjadi harapan publik tiga besarnya adalah cara media melakukan koreksi kesalahan berita. Ini angkanya paling tinggi yakni 30 persen. “Ada yang melakukan koreksi berita tapi koreksinya dimuat kecil tidak seperti berita awalnya, ini juga tidak menjadikan meningkatnya kepercayaan publik. Mereka lebih suka media yang mengoreksi berita sama besarnya dengan berita awalnya,” katanya.
Soal pendekatan pelaporan antara verifikasi fakta dan kecepatan pelaporan kedua tertinggi yang dinilai oleh publik, angkanya 20 persen. “Kemampuan media melaporkan secara cepat dan akurat, ini tetap menjadi hal yang diharapkan publik dari media yang ada di sana,” katanya.
Soal lainnya yang dinilai oleh publik di AS mengungkapkan benturan kepentingan. “Apakah media bisa menghindarkan dari benturan kepentingan atau tidak. Jadi di sana tidak ada masalah media itu dimiliki oleh keluarga atau bukan selama mengedepankan kepentingan publik diatas kepentingannya,” ujarnya.@mpa