VISI.NEWS |BANDUNG – Selain bubur ayam dan bubur kacang hijau, di Kabupaten Majalengka terdapat satu jenis bubur yang terbilang unik, dan banyak diminati baik warga setempat ataupun para wisatawan.
Menurut Politisi Golkar Jawa Barat (Jabar) sekaligus Anggota Fraksi Golkar DPRD Jabar, Reynaldi menyebutkan, keunikan tersebut terlihat dari komposisi dan penyajian pada waktu-waktu tertentu.
“Pada umumnya bubur tersedia setiap waktu, namun tidak demikian dengan bubur yang satu ini, bubur yang disebut dengan bubur sura ini hanya ada pada bulan Muharram,” katanya.
Bulan Muharram tahun 2022 ini jatuh pada bulan Agustus, banyak warga atau wisatawan berkunjung ke Majalengka salah satunya yakni ingin mengicipi lezatnya bubur sura.
“Menurut informasi, bubur sura dambil dari nama bulan Muharram versi Jawa yakni Sura, bagi sebagian kalangan khususnya generasi Z, bubur jenis ini mungkin masih cukup asing,” kata Reynaldi.
Di Kabupaten Majalengka, tepatnya di Blok Minggu Desa Bantarwaru Kecamatan Ligung tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun sejak zaman nenek moyang dulu.
“Dengan konsep gotong-royong, warga beramai-ramai membuat bubur sura di Pondok Pesantren salah satunya di Pesantren Darussalam,” ungkapnya.
Seperti yang dilakukan para pendahulu, bubur sura dibuat emak-emak bermodalkan urunan dari warga sekitar dan orang tua santri, hasil urunan itu kemudian dibuat bubur sura.
“Dari urunan, yang kemudian setelah jadi, dibagikan juga ke masyarakat sekitar, alhamdulillah tradisi ini masih terus berlanjut sampai saat ini,” sambungnya.
Selain bisa ditemukan pada bulan sura atau Muharram, penampilan bubur sura ini berbeda dengan bubur pada umumnya, pada umumnya bubur berwarna putih, semenymtara bubur sura memiliki warna yang mencolok yakni kuning.
“Bubur ini berwarna kuning tidak seperti pada umumnya bubur yang berwarna putih, tidak ada minyak bawang sebagai kuah, bubur sura ini juga tidak ada bahan cair, sebagai pengganti kuah,” paparnya.
Terakhir, pada bagian atas, bubur sura cukup kaya dengan toping, telor dadar suwir, kol, cabai merah, konon pada zaman nenek moyang dulu, bubur sura dilengkapi dengan ubi-ubian yang dimasak jadi satu dalam wadah besar.
“Juga terdapat biji asam yang terlebih dahulu direbus sampai empuk, namun saat ini, tambahan tersebut tidak terlihat, mengingat sudah mulai sulit didapat,” pungkasnya. @eko