Search
Close this search box.

DARI PONPES KE PONPES | Pesantren Al Ittifaq Ciwidey Kabupaten Bandung Bertariqoh “Sayuriyah”

Bagikan :

  • Selama bulan Ramadan 1444 H ini, InsyaAllah akan hadir tulisan-tulisan dari Bambang Melga Suprayogi, M.Sn., yang mengunjungi beberapa pondok pesantren di Jawa Barat. Tulisan mengupas profil pesantren dan kiai sepuhnya, proses pendidikan dan amaliah yang biasa mereka jalankan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.

Oleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn.

PESANTREN AL ITTIFAQ di Jalan Ciburial, Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, merupakan Pesantren tua yang telah berdiri lama. Didirikan pada 1 Februari tahun 1934 (16 Syawal 1302 H) oleh KH. Mansyur, atas restu Raden Wiranatakusumah, Wedana Ciwidey pada saat itu.

Pesantren Al Ittifaq, Desa Ciburial, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. /visi.news/ist

Pesantren ini berada di pertengahan perkampungan masyarakat, dan untuk sampai kesana, kita jarus keluar dari jalur jalan utama, jalan raya, memasuki dan menuruni jalan desa, yang hanya cukup dilewati satu kedaraan roda empat saja. Dari jalan desa yang kita turuni itu, perlu sekitar 7 menitan untuk bisa sampai menuju ke wilayah pesantren ini.

Baca juga

DARI PONPES KE PONPES | Tokoh Besar Pendiri Ponpes Leuwimunding dan Cisambeng di Majalengka

DARI PONPES KE PONPES | Profil Pondok Pesantren Al Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon

RAMADAN UPDATE DARI PONPES KE PONPES | Bertemu Kiai Musthofa Aqil Pimpinan Pesantren Ciwedus Kuningan

DARI PONPES KE PONPES | Mengenal Mang Haji Abah dan Pesantren Hidayatul Hikmah Kutawaringin Soreang

RAMADAN UPDATE DARI PONPES KE PONPES | Pesantren Buntet Cirebon Punya Kiai Abbas yang Fenomenal

DARI PONPES KE PONPES | Mama Kiai Muhammad Faqih Sang Pendiri Pesantren Baitul Arqom Lembur Awi

Sepintas penulis saat menuju ke sana, sempat terpikir, “Aneh juga, Pesantren ini kok sangat begitu terkenal sekali di kalangan aparatur pemerintah kita, dari camat sampai  presiden, seringkali datang berkunjung ke pesantren ini?” Begitu tanya penulis dalam hati saat itu.

Dan setelah sampai, mengamati, serta diterima baik oleh menantu Kiai Fuad, Kang Kiai Irawan, ia mantu, suami dari anaknya Kiai Fuad Affandi yang bungsu. Banyak penjelasan yang memang menjadi magnet pesantren ini sehingga sering dikunjungi aparat pemerintahan.

Saat datang, penulis diterima di ruang tamu, dimana penulis dipersilahkan oleh Kang Kiai Irawan memasuki ruang itu. Serta merta penulis asik mengamati banyak foto-foto Kiai Fuad saat menerima kunjungan para pejabat dan para Presiden RI sebelumnya. Barulah penulis paham, Kiai Fuad memang orang luar biasa, istimewa, serta kiai yang sangat dibanggakan, yang Alhamdulillah pernah dimiliki oleh Kabupaten Bandung ini.

Penulis bersama pengasuh Pesantren Al Ittifaq. /visi.news/bambang melga suprayogi/dok

Kiai yang Mengagumkan

Dari sana penulis kagum sekali pada kiai Fuad Affandi oleh kiprahnya yang luar biasa besar, dan bisa mewarnai kiprah peran pesantrennya di nusantara kita.

Tak terasa air mata penulis menetes, penulis bangga pada kiai ini, meski sayang penulis belum sempat berjumpa dengannya. Padahal ditahun-tahun sebelum wafatnya, sudah ada hasrat hati penulis buat sowan dan bersilaturahmi, karena namanya begitu santer mengiang terdengar oleh penulis.

Kiai Fuad merupakan kiai pilih tanding, tak ada lawan dalam perkara keilmuan agrobisnis yang ia kuasai, dimana ia sudah sangat luar biasa bisa membangun reputasi pesantrennya, sampai Pesantren Al Ittifaq ini, bisa di kenal oleh banyak kalangan jajaran pejabat di negeri ini.

Baca Juga :  Baik untuk Pencernaan, Ini Manfaat Jagung bagi Kesehatan

Menyatu dengan warga

Penulis bertambah kaget, betapa Pesantren Al Ittifaq ini sangat membumi, bahkan bangunan pesantrennya saja berbaur dengan masyarakat sekitar, tak ada pembatas atau tembok yang menyiratkan wilayah pesantren sebagai tempat yang eklusif, penanda wilayah yang diakuinya, seperti banyak dilakukan umumnya pesantren-pesantren lainnya, untuk menegaskan wilayah teritorial dari keberadaan pesantren pada umumnya.

Dan setelah ditelusuri oleh penulis, masyarakat sekitaran pesantren tersebut ternyata memiliki hubungan emosional yang sangat kuat, memiliki ikatan masa lalu, yang hampir semua warga di sana, dari mulai para buyut mereka, kakeknya, sampe zaman generasi anak-anaknya di masa sekarang, semuanya merupakan santri-santri dari pesantren Al Ittifaq itu sendiri. Termasuk kepala desanya yang sekarang, merupakan santri dari K.H. Fuad Affandi yang sudah sukses menjabat kepala pemerintahan di wilayah setempat.

Dan ikatan kuat itu semakin ditegaskan, bila ada acara besar seperti Maulid Nabi, maka K.H. Fuad Affandi lah yang diminta masyarakat di setiap RW yang ada di sana, untuk menentukan tanggal bagi peringatan acara tersebut. Sehingga, pelaksanaan Perayaan Maulid Nabi di setiap RW yang ada di sana, semuanya itu bisa dihadiri K.H. Fuad Affandi, dan selama kiai masih hidup, tak pernah ada acara perayaan besar Islam yang bentrok acaranya, itu karena masyarakat di sana, mengutamakan kehadiran kiai kharismatik ini untuk bisa bertausiah, bersilaturahmi, dan mengunjungi para mantan santrinya yang ada di hampir seluruh RW, di Rancabali, terutama Desa Ciburial itu.

Pantas saja pesantren Al Ittifaq itu tak memerlukan benteng-benteng kokoh sebagai pembatas pesantrennya dengan masyarakat, karena benteng sesungguhnya dari pesantren itu sendiri, adalah masyarakat di sana yang merupakan bagian dari keluarga besar Pesantren Al Ittifaq.

Jejak Kiai Fuad Affandi

Beberapa catatan masa muda beliau dalam menuntut ilmu, berkelana ke berbagai pesantren untuk mendalami ilmu, dan nyantri. Riwayat pendidikan yang ditempuhnya antara lain Sekolah Rakyat (SR) yang dijalani sampai kelas 4. Setelah itu K.H. Fuad Affandi muda memutuskan untuk nyantri di Sukasari Bandung, Sumedang, Banjar Patroman Ciamis, dan Al-Hidayah, Lasem, Krapyak Yogyakarta dan sejumlah pondok pesantren lainnya.

Pesantren Al Ittifaq mencapai masa keemasannya pada masa kepemimpinan K.H. Fuad Affandi, yang lahir pada 20 Juni tahun 1948. Kisi Fuad memimpin pesantren setelah menyelesaikan pendidikan di bawah bimbingan K.H. Ali Maksum, pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta.

Guru-guru beliau lainnya sewaktu beliau menuntut ilmu adalah:
1. KH. Manshur
2. KH. Ma’shoem Ahmad
3. KH. Maimoen Zubair

Riwayat Organisasi Kiai Fuad Affandi, beliaunya pernah menjabat sebagai Rais Suriah PCNU Kabupaten Bandung.

Kiai Fuad Affandi adalah kiai yang berpikiran maju, ia sangat visioner sekali melihat keberadaan pesantrennya, yang ada di tengah masyarakat berkultur agraris. Sehingga, dengan melihat kelebihan masyarakatnya yang hidup dari bidang pertanian, iapun mempopulerkan pesantrennya menjadi pesantren agribisnis pertama di bidang pertanian, yang mampu menjembatani para petani di sana hingga terus mampu berkembang dan ikut terbantu pemasaran hasil taninya.

Baca Juga :  Manfaat Air Putih Bagi Kesehatan Tubuh

Memiliki lahan pertanian seluas 15 hektar, Pesantren Al Ittifaq benar-benar bisa mengoptimalkan keberadaan asetnya yang berupa tanah pertanian tersebut, sampai bisa menjadi percontohan dan di jadikan laboratorium agribisnis unggul, yang spesialisasinya di bidang pertanian dan peternakan.

Al Ittifaq juga terkenal sebagai pesantren penghasil sayuran, buah-buahan, dengan kualitas super dan terbaik. Hasilnya disuplai terutama ke pasar-pasar modern seperti Superindo, Yogya Supermarket, dan pasar-pasar tradisional lain tentunya, sehingga ada anekdot Pesantren Al Ittifaq merupakan pesantren yang bertariqoh Sayuriyah.

Rumus Tilu “Ur”

Itu semua tak lepas dari prinsip mengoptimalkan keberadaan lahan, yang menurut Kiai Fuad Affandi harus memiliki rumusan tilu Ur, “Rumusna mah tilu ‘ur’,” kata Mang Haji, biasa masyarakat memanggilnya.

Ulah aya lahan tidur, ulah aya waktu nganggur, ulah aya runtah ngawur.”

Karena prinsip ini maka halaman-halaman rumah di sekeliling pesantren benar-benar termanfaatkan. Nyaris tak ada petak tanah halaman rumah tak termanfaatkan. Semuanya ditanami sayur, atau dibikin jadi kolam ikan. Ibu-ibu jadi tidak menganggur karena waktunya dipakai menanam, semua petak tanah tidak ada yang tidur, dan halaman jadi bersih, tak ada runtah (sampah) yang ngawur (berceceran).

Dan hasil pekarangan itu dikonsumsi sehingga gizi keluarga terjaga. Hasil lebihnya ditampung oleh Al-Itifaq sehingga setiap keluarga punya tambahan penghasilan. Jadi kalau di luar ada krisis pangan atau gejolak harga di pasar, penduduk sekitar pesantren mah adem-adem bae. Inilah yang dimaksud dengan fungsi jaring sosial pesantren. Kalau pesantren jadi jangkar komunitas, maka rakyat di sekelilingnya akan terlindungi dari krisis. Minimal soal pangan aman.

Kiai Tawadhu

Kiai Fuad Affandi memiliki karakter dengan sifat yang tawadhu, baik hati, murah senyum, bijaksana, penyayang, penyabar, supel, dekat dengan siapapun, tidak membeda-bedakan orang, berani bersikap, berinisiatif tinggi, mau memberi contoh, dan tidak ingin dianggap hebat, dianggap berkasta, atau dilebih-lebihkan karena ilmunya, bahkan tak mau juga ia dipanggil dengan sebutan kiai, sehingga masyarakatpun memanggilnya dengan sebutan yang umumnya familiar di daerah pedesaan, yaitu “Mang, atau emang Fuad“.

Amalan Kiai Fuad seperti yang disampaikan oleh santrinya, yang juga menjabat sebagai Ketua RW, Ketua PC DMI Kabupaten Bandung, yakni Gus Ali.
Amalan anu masih dijalankeun ku para santri nyaeta utamana salat awal waktu berjamaah di masjid, pelaksanan pangaosan salasaan, pangaosan hikam dina dina tiap subuh, anapaon aurod aurod diantawisna maca doa Asmaul Husna, oge nuroniyah, rotibul atos,” katanya.

Keistimewaan Pesantren Al Ittifaq:

  1. Memiliki sosok kuat pencetus pertanian modern agrobisnis yang digagas Kiai Fuad Affandi, sehingga pesantren menjadi sumber inspirasi, dan bisa momotivasi masyarakat petani, untuk menjaga potensi sumber ketahanan pangannya, sehingga tidak beralih fungsi lahan, profesi, dan budayanya.
  2. Memiliki gebrakan visioner, memadukan keberadaan Pesantren dengan selalu bersinergi bersama masyarakat setempat, membangun kekuatan bersama di bidang pertanian yang tehnologinya terus mengikuti trend baru dan perkembangan zaman.
  3. Memiliki hubungan yang kuat secara emosional dengan seluruh komponen masyarakat di wilayahnya, sehingga pesantren menjadi aset daerah setempat, yang perlu terus dijaga keberadaannya, dan menjadi pendorong kemajuan daerahnya.
  4. Memiliki link dan relasi dengan banyak pihak, baik dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, institusi swasta, lembaga pemberdayaan, pihak-pihak diluar negeri, dan jaringan lainnya yang ingin membuka hubungan kerja, maupun hubungan belajar.
  5. Menjadi laboratorium agribisnis yang mampu menjadi lokasi studi banding, tempat pelatihan, dan sekaligus jadi lokasi wahana agrowisata, tempat rekreasi yang menonjolkan lahan pertanian, sebagai unggulan wisata nya.
  6. Memiliki pesantren yang kuat dan mengakar hubungan sosialnya dengan masyarakat sekitar pesantren, yang terus dibina kedekatannya, dan diarahkan kemajuan masyarakatnya di bidang pertanian, dan pengolahan hasil taninya, hingga bisa maju bersama, dan mencapai tujuan keberhasilan yang saling menguntungkan.
  7. Memiliki ciri yang kuat dengan identitas pesantren berciri agrobisnisnya, yang menjadi lokomotif untuk dicontoh pesantren atau masyarakat dari daerah lain, yang memiliki potensi yang sama, dan ingin mengembangkan potensi itu. Ciri ini telah menguatkan posisi pesantren Al Ittifaq sebagai kampiun di kelasnya yang tiada tandingnya, dan ini harus jadi pegangan kuat bagi penerusnya agar tidak bergeser atau keluar dari pakem yang telah di digariskan Kiai Fuad, sebagai yang mewariskan impiannya, semangatnya, dan harapannya kepada generasi anak-anak keturunannya.
  8. Memiliki potensi lahan pertanian yang luas, yang bisa terus dikembangkan, dan diolah untuk eksperimen tanaman unggulan yang memiliki komoditi harga yang bagus, sehingga kedepannya bisa menghasilkan barang komoditi hasil pertanian yang berstandar internasional.
  9. Memiliki pesantren dan sekolah formal yang terus berkembang, dan memiliki ciri keunggulannya yang harus terus dijaga keunggulannya.
  10. Memiliki generasi penerus yang mempunyai pengalaman yang telah ditempa langsung oleh Kiai Fuad, sehingga pada keturunannya yang sekarang itulah, estafet Kiai Fuad Affandi yang telah tiada pada tahun 2021 lalu, di RS. Hasan Sadikin Bandung, semoga bisa dilanjutkan lebih cemerlang, lebih baik lagi, oleh para generasi penerusnya anak dan mantunya, dimana anak Kiai Fuad, lima, limanya adalah Anak perempuan semuanya.
Baca Juga :  Ibu dan Anak Terlibat Pembunuhan Seorang Pemuda di Sukabumi

Sepeninggal Kiai Fuad

Kini Pesantren Al Ittifaq sepeninggal Kiai Fuad Affandi terus melakukan upaya-upaya terbaiknya bagi kemaslahatan pesantren dan masyarakat disekitarnya. Generasi Kiai Fuad telah siap mengemban amanah tongkat estafet dari Kiai Fuad, yang telah membesarkan nama baik daerah Ciburial, Rancabali, Ciwidey, Kabupaten Bandung, dan Jawa Barat ketingkat Nasional.

Sekarang Pesantren Al Ittifaq dipimpin oleh Kiai Dandan Mudawarul Falah M.Pd. Dia melanjutkan kesinergian pesantren dengan masyarakat sekitarnya, dan dia pun dibantu oleh para Ketua DKM se-Desa Alamendah dalam membangun masyarakat wilayah itu, juga bersinergi dengan 30 RW, melalui forum RW yang diketuai Awan Rukmawan.

Semoga Almarhum Kiai Fuad mendapatkan tempat peristirahatan terindah di alam barzahnya, kebermanfaatan dirinya telah terasa bukan hanya bagi lingkungan sekitar dimana ia pernah berada, namun seentero negeri ini telah merasakan bagaimana kiprah Kiai Fuad Affandi dalam menjalankan pesan dari sabda Nabinya, bahwa “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad).

Alhamdulillah.***

Baca Berita Menarik Lainnya :