- Selama bulan Ramadan 1444 H ini, InsyaAllah akan hadir tulisan-tulisan dari Bambang Melga Suprayogi, M.Sn., yang mengunjungi beberapa pondok pesantren di Jawa Barat. Tulisan mengupas profil pesantren dan kiai sepuhnya, proses pendidikan dan amaliah yang biasa mereka jalankan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.
Oleh Bambang Melga Suprayogi M.Sn.
KALI INI penulis mendatangi pesantrennya Mama Cibaduyut, yang meninggalkan jejak eksistensinya, dengan membangun Pesantren di Wilayah Cibaduyut, tepatnya beralamat di Jln. Cibaduyut Raya No. 65 Rt. 03/01, Kel. Cibaduyut, Kecamatan Bojongloa Kidul, Kota Bandung.
Baca juga
DARI PONPES KE PONPES | Tokoh Besar Pendiri Ponpes Leuwimunding dan Cisambeng di Majalengka
DARI PONPES KE PONPES | Profil Pondok Pesantren Al Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon
DARI PONPES KE PONPES | Mengenal Mang Haji Abah dan Pesantren Hidayatul Hikmah Kutawaringin Soreang
DARI PONPES KE PONPES | Pesantren Al Ittifaq Ciwidey Kabupaten Bandung Bertariqoh “Sayuriyah”
RAMADAN UPDATE DARI PONPES KE PONPES | Pesantren Buntet Cirebon Punya Kiai Abbas yang Fenomenal
Wilayah ini terkenal akan daerahnya, yang menjadi tujuan destinasi wisata, karena di sinilah hasil produk sepatu buatan masyarakat setempat, dipasarkan di toko-toko sepatu yang berada disekitarnya.
Sepintas, jika kita hanya melihat hamparan pertokoan sepatu yang berjajar di sana, kita pastinya akan terkecoh, dan tak tahu, bahwa di daerah Cibaduyut tersebut, ada gerbang penanda yang menunjukkan salah satu pesantren tua, yang pada awal sebelum masa kemerdekaan RI, pesantren ini telah sangat diperhitungkan, dan banyak melahirkan para ulama setelahnya.
Pesantrennya Mama Cibaduyut bernama Pondok Pesantren Ar-Rasyid. Saat penulis ke sana, penulis melihat pondok pesantren ini menempati lahan yang lumayan luas untuk ukuran sebuah pesantren yang saat ini berada di tengah kota.
Pesantrennya sendiri saling berhadapan dengan lokasi pemakaman dari makam keluarga besar Mama Cibaduyut. Letaknya yang agak masuk ke dalam, membuat kesan tak ada sesuatu yang spesial di dalam gang masuk itu. Padahal, setelah kita bisa masuk, akan terasa suasana lain, dan auranya, seperti membawa kita, masuk ke suasana masa lalu.
Yaa, Mama Cibaduyut merupakan satu nama tokoh ulama besar, yang ketokohannya banyak disebutkan para kiai, dan para habaib, serta para tokoh ulama di Jawa Barat. Mama Cibaduyut, kiai yang bisa disebut terlahir di wilayah perkotaan pada masa itu, namun ia tak terpengaruh budaya kota yang melenakannya.
Penulis saat kesana, bertemu dengan cicit dari K.H. Raden Muhammad Zarkasyi yang dikenal dengan panggilan Mama Cibaduyut. Cicitnya ini biasa disebut dengan panggilan Kang Bin. Ia menempati pondok pesantren Ar Rasyid. Bersebelahan dengan pamannya yang juga menempati bagian rumah sebelahnya.
Bagaimana kiprah Mama Cibaduyut ini? Dari beberapa sumber literasi, sebelum pesantrennya yang berada di Cibaduyut ini ada, Mama Cibaduyut telah mendirikan Pesantren di Cibaduyut, dan memiliki banyak satri yang belajar padanya.
Keistimewaan Mama Cibaduyut, ia merupakan kiai yang melahirkan kiai-kiai berikutnya yang masyhur dikala itu. Diantara kiai yang belajar pada Mama Cibaduyut yakni Mama Eyang Rende, seorang ulama yang dikenal juga kewaliannya, dari daerah Rende Bandung Barat, Cikalong Wetan, Mama Gentur, Mama Sukaraja, Mama Jelegong dan para kiai lainnya, yang bisa menjadi paku bumi tanah Pasundan dan namanya harum sampai sekarang.
Belajar ke Syech Cholil Bangkalan
Pada masa Mama Cibaduyut masih muda, ia berhasil membangun pesantren di daerah Cibaduyut. Ia dengan bangga mendatangi ayahnya Mama Antapani, K.H. Rd. Muhammad Ali.
Namun sang ayah tidak terlihat bangga, malah ia berkata, “Jang, ujang belum sempurna jika belum berguru ke Syech Kholil Bangkalan Madura. Tinggalkan pesantren, titipkan ke istri, meskipun kamu sudah jadi ulama besar”.
Dari petunjuk ayahnya ini, Mama Cibaduyut pun menuju Madura, dimana Syech Holil Bangkalan menetap. Anehnya, sebelum Mama Cibaduyut datang, Syech Cholil Bangkalan sudah tahu dan menyambut kedatangannya saat tiba di pesantrennya.
Oleh Syech Cholil, Mama Cibaduyut saat menimba ilmu darinya, dibuat tidak memerlukan waktu yang lama, karena maqomnya sudah berbeda dengan para santri lainnya. Cara Syech Cholil memberikan ilmu kepada Mama Cibaduyut dengan dimasukkan ke dalam kamar yang gelap, dan di kunci dari luar. Ini satu cara yang merupakan cara dari wali kutub, mengajari wali lainnya, untuk segera memahamkan apa yang ia ingin ketahui. Hingga, setelah beberapa lama, Syech Cholil Bangkalan pun membuka pintu kamar itu, dan mengatakan ke Mama Cibaduyut bahwa ilmu yang ingin dipelajarinya telah sempurna.
Seperti Itulah salah satu keramatnya Syech Cholil Bangkalan yang menjadi syaikhul wushul, syaikhul futuhnya Mama Cibaduyut.
Fokus Ngurus Pesantren
Sekembalinya dari Bangkalan Mama Cibaduyut pun terus mengembangkan syiar ilmu agamanya. Pesantrennya di konsentrasikan berpusat di daerah Cibaduyut, hingga peninggalannya itu masih bisa kita saksikan sampai sekarang.
Dari keterangan yang diperoleh penulis dari Ustadz Abad Badru Zaman, pemimpin Ponpes Al Manshuriyyah, Ciserang, Plered, Purwakarta, santrinya saat itu ada sekitar 450 orang. Pada masa itu, santri sebanyak ini merupakan rekor dalam mengumpulkan orang buat belajar agama, karena pada masa-masa itu merupakan masa sulit bagi semua orang, dan masih sedikit jumlah kiai yang mumpuni dalam suatu wilayah.
Tahun 1947 Mama Cibaduyut meninggal dunia, dan dimakamkan di depan pesantrennya, di pemakaman keluarga Mama Cibaduyut.
Makamnya sampai kini masih banyak didatangi para penziarah, dan haulnya masih terus diperingati setiap tahunnya oleh keluarga besar dan para pecinta Mama Cibaduyut.
Saat penulis ke sana, Pesantren Al Rasyid peninggalan Mama Cibaduyut terlihat sepi. Santrinya sudah sangat berkurang, malah yang adapun hanya santri kalong, yang tidak menetap.
Masuk pada bulan Ramadan ini, setiap hari bada Ashar, selalu diadakan pengajian sampai pukul 17.00 di makam Mama Cibaduyut oleh keluarga besarnya,
Alhamdulillah.***