Dr. Deria: Wisatawan Perlu Edukasi Soal Pergeseran Perspektif Pariwisata

Editor Pengamat pariwisata Kepala Prodi D-3 Usaha Perjalanan Wisata, Sekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Deria Adi Wijaya. /visi.news/istimewa
Silahkan bagikan

VISI.NEWS | SOLO – Para wisatawan yang berminat mengunjungi obyek wisata perlu diedukasi, bahwa perspektif pariwisata sekarang sudah bergeser dari yang selama ini berupa wisata massal menjadi wisata minat khusus.
Kunjungan wisata sekarang tidak lagi menekankan pada kuantitas jumlah pengunjung, tetapi lebih spesifik kepada kualitas kunjungan ke obyek yang dituju.

Pengamat pariwisata yang menjabat sebagai Kepala Program Studi (Prodi) Diploma-3 (D-3) Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Sekolah Vokasi (SV) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Deria Adi Wijaya, mengungkapkan hal itu kepada wartawan, Selasa (7/6/2022). Dia menanggapi kebijakan pemerintah menetapkan harga tiket sebesar Rp 750.000,- bagi wisatawan lokal yang naik ke Candi Borobudur.

“Di luar negeri pun, pengembangan wisata sudah mengarah ke wisata minat khusus yang tidak lagi menekankan pada kuantitas jumlah pengunjung. Tetapi kunjungan wisata lebih spesifik dan semakin eksklusif. Otomatis kualitas yang didapat para wisatawan juga meningkat, baik dari segi edukasi maupun kualitas pengalaman,” ujarnya.

Dr. Deria berpendapat, kebijakan pemerintah menaikkan harga tiket bagi pengunjung yang naik ke Candi Borobudur merupakan strategi pengelola Taman Wisata Candi Borobudur untuk menjaga kelestarian warisan sejarah dan kekayaan budaya Nusantara.

“Menaikkan harga khusus bagi wisatawan lokal yang naik ke candi, kan sebagai strategi untuk membatasi jumlah kunjungan sebanyak 1.200 orang per hari. Jadi, saya kira hal yang sangat wajar kalau pemerintah menerapkan kebijakan tersebut,” jelasnya.

Kendati demikian, pengamat pariwisata itu, menyatakan, polemik di  masyarakat saat ini terkait dengan besarnya nominalnya harga yang dipatok pemerintah. Dia berharap, harga tiket khusus bagi wisatawan lokal jangan dipatok terlalu tinggi.

“Sebaiknya, pemerintah lebih menekankan pada pembangunan sistem. Juga perlu diupayakan agar alur kunjungan wisatawan ke Candi Borobudur meningkat kualitasnya. Setelah mengunjungi Candi Borobudur, wawasan para wisatawan bisa bertambah, pengetahuan tentang objek wisata juga bertambah, dan kualitas dari pengalaman berwisata juga menjadi lebih baik,” tandas Dr. Deria.

Baca Juga :  Nyai Iffah: Fiqih Peradaban, Solusi Islamofobia pada Konferensi Azerbaijan

Pada bagian lain, dosen program D-3 Usaha Perjalanan Wisata, SV-UNS itu, mengingatkan, dalam kepariwisataan dikenal adanya konsep daya dukung lingkungan dari suatu objek wisata.

“Bisa dibayangkan, jika puluhan ribu sampai ratusan ribu orang naik ke Candi Borobudur tanpa pembatasan jumlah pengunjung, daya dukung lingkungannya pasti akan rusak. Batu-batunya akan mengalami korosi. Apalagi jika ada aksi vandalisme dari pengunjung yang kurang bertanggungjawab,” tandasnya.

Dia setuju, pemerintah melakukan pembatasan wisatawan yang naik ke Candi Borobudur. Karena faktor konservasi serta daya dukung lingkungan suatu objek wisata harus terus dijaga.

“Jadi, tidak bisa sembarang orang naik ke candi. Mungkin yang diberi akses naik dibatasi hanya untuk kegiatan penelitian atau riset. Selain itu untuk keperluan khusus keagamaan dan semacamnya,” sambungnya.@tok

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Next Post

Rayakan HUT Ke-2, AstraPay Berikan Banyak Kebahagiaan untuk Penggunanya

Sel Jun 7 , 2022
Silahkan bagikanVISI.NEWS | JAKARTA – Menginjak ulang tahun ke 2, AstraPay semakin mampu menunjukkan posisinya di rancah uang digital. Sebagai pendatang baru AstraPay terbilang sukses menggandeng masyarakat Indonesia untuk bergabung dengan ekosistem Astra, melalui perusahaan uang digitalnya ini. Setelah secara resmi diperkenalkan ke masyarakat pada 15 September 2021, di awal […]