VISI.NEWS – Dr. Sunu Herwi Pranolo, dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (FT UNS), merasa prihatin terhadap melimpahnya limbah cangkang kelapa sawit yang teronggok di pabrik-pabrik pengolahan kawasan perkebunan. Limbah yang setiap hari terus bertambah itu, dalam pandangannya ada nilai tambah yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Dia bersama tim yang beranggota Dr. Joko Waluyo, Ir. Ary Setyawan, PhD. dan pakar ilmu lingkungan, Dr. Prabang Setyono, kemudian menciptakan rekayasa teknologi alat produksi bahan bakar alternatif yang dia namakan bahan bakar gas mempan dengan bahan baku limbah cangkang kelapa sawit.
Bahan bakar gas mempan, dia yakini merupakan bahan bakar alternatif terbarukan yang dapat menggantikan bahan bakar fosil.
Pakar teknologi itu mengungkapkan, limbah cangkang kelapa sawit yang volumenya sangat besar dapat menghasilkan bahan bakar untuk pembuatan campur aspal jalan atau hot-mixed asphalt (HMA) di unit produksi campuran beraspal atau asphalt mixing plant (AMP).
Tim dosen UNS itu merancang teknologi unit gasifikasi cangkang sawit untuk produksi gas mempan yang diuji coba dalam pembuatan HMA di kawasan industri kelapa sawit Kalimantan Tengah.
Melalui proses panjang yang didukung Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), unit produser gas mempan itu kini telah menunjukkan hasil kemampuannya.
“Kemampuan yang diukur di unit gasifikasi cangkang sawit, yaitu kebutuhan spesifik
cangkang sawit, kualitas gas produser, suhu minimum agregat hasil pemanasan, penurunan suhu campuran beraspal selama proses transportasi dan penggelaran, dan kualitas campuran beraspal melalui uji volumetrik dan Marshall Test. Unit tersebut menunjukkan bukti, mampu menggantikan keperluan satu liter BBM dengan 4,5 sampai 5 kilogram cangkang sawit, atau setara dengan 40 sampai 45 kilogram per ton HMA,” kata Dr. Sunu di Aula Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS, Kamis (1/10).
Kualitas gas yang dihasilkan unit produksi gasifikasi sebagai gas mempan bakar, menurut Dr. Sunu, terutama ditentukan berdasarkan kebersihan gas dari tar dan padatan halus, komposisi H2 dan CO, serta nilai kalor pembakaran.
Hasil uji menunjukkan, gas yang dihasilkan unit produksi gasifikasi mengandung 10 persen sampai 15 persen gas H2 dan 16 persen sampai 25 persen gas CO. Gas mempan bakar memiliki nilai kalor pembakaran berkisar 5,5 sampai 5,8 MJ atau satuan Nm3 yang mampu memanaskan agregat sampai suhu 145 derajad Celsius.
Berdasarkan pengamatannya, suhu campuran beraspal panas dapat mencapai temperatur ideal 137 derajat sampai 142 derajat Celsius. Sedangkan untuk mengoperasikan unit gasifikasi, hanya dibutuhkan energi listrik sebesar antara 6,70 sampai 6,95 kWh setiap ton HMA.
“Dalam proses gasifikasi dengan bahan baku cangkang sawit, juga menghasilkan residu padatan berupa arang aktif yang ada nilai ekonominya. Selain itu, emisi gas buang sebesar 13 sampai 15 kilogram per ton HMA dan emisi gas buang sebanyak 63,6 kilogram CO2 ekuivalen setiap ton HMA,” jelasnya.
Setelah melakukan penelitian dan evaluasi terhadap kinerja unit gasifikasi dalam rentang waktu lama dan proses panjang, Dr. Sunu Herwi Pranolo bersama tim mencatat berbagai kelebihan pemanfaatan limbah cangkang sawit untuk memproduksi gas mempan. Di antara kelebihan tersebut adalah tentang gradasi agregat, penurunan suhu saat proses pengangkutan dan penggelaran aspal, kinerja campuran aspal, dan lain-lain.
Dari hasil pembuktian penelitiannya, Dr. Sunu merekomendasikan agar gas mempan hasil gasifikasi cangkang sawit dimasukkan sebagai salah satu bahan bakar, di samping BBM, gas alam dan gas hasil gasifikasi batu bara, yang dipakai untuk pemanasan agregat di industri AMP dan diatur dalam Surat Keputusan Dirjen Binamarga No. 02/SE/Db/2018. @tok