Search
Close this search box.

Gerakan Revolusi Garut Minta Penanganan Kasus Korupsi DPRD Dituntaskan

Suasana audiensi antara Koordinator Gerakan Revolusi Garut dengan Kejaksaan./visi.news/zaahwan aries.

Bagikan :

VISI.NEWS – Saat ini di Kabupaten Garut, Jawa Barat, diduga ada persekongkolan eksekutif dan legislatif dalam melakukan korupsi yang semakin naik baik kuantitas maupun kualitasnya.

Hal itu diungkapkan oleh Koordinator Gerakan Revolusi Garut, Ibang Lukman Nurdin, saat ditemui usai kegiatan audiensi dengan jajaran Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, Selasa (30/6).

Menurut Ibang, kecenderungan penyalahgunaan anggaran negara itu masih tradisional, yaitu dengan modus penggelapan, suap, nepotisme dan/atau penyalahgunaan wewenang.

Dikatakannya, penyebab korupsi yang mereka lalukan karena ada transaksional dan lemahnya integritas. Penggelapan anggaran dilakukan berupa realisasi program fiktif.

“Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian yang paling banyak dijangkiti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya pengadaan proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien karena tidak mengikuti peraturan pengadaan barang dan jasa yang berlaku,” ujar Ibang di ruang Kejari Garut.

Akibat hal tersebut, tutur Ibang, banyak alat yang tidak bisa dipakai serta banyak pula bangunan gedung yang ambruk serta pendeknya umur konstruksi. Hal ini juga disebabkan banyaknya proyek pemerintah yang masa pakainya hanya mencapai 30-40 persen dari yang seharusnya.

Menurut Ibang, DPRD adalah sebuah lembaga pemerintahan yang di dalamnya terdapat politisi sebagai refresentatif rakyat yang memilihnya dari berbagai partai politik dari berbagai daerah pemilihan. Pengelolaan anggaran di lembaga DPRD ini cukup rawan penyimpangan, acap kali menjadi sorotan publik, bahkan menjadi perhatian serius dari aparat penegak hukum.

Ia mencontohkan, kasus yang selama ini menjadi sorotan masyarakat dan masih dalam penanganan Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut sejak tahun 2019 yakni dugaan korupsi pokok-pokok pikiran (pokir) dan pos anggaran pada biaya operasional kesekretatiatan (BOP setwan).

Baca Juga :  Hindari Produk Kosmetik Palsu, Begini Cara Cek BPOM Lewat Situs Resmi

Dari berbagai sumber, dua program yang ada di DPRD Garut ini sangat sarat dengan penyimpangan.

Ibang juga menyebutkan, anggaran di lingkup DPRD yang rawan penyimpangan di antaranya anggaran Biaya Penunjang Operasional Pimpinan (BPOP), anggaran Perjalan Dinas (Perjadin), Anggaran Makan Minum (Mamin), anggaran BBM, pengadaan pakaian dinas, belanja pembelian dan pemeliharaan asset.

“Jika benar Kejari Garut serius mendalami dan berniat mengungkap adanya penyimpangan anggran atau potensi korupsi yang mengakibatkan kerugian negara pada anggaran BOP sekretariat DPRD Garut, kami yakin pasti akan bisa terungkap terang benderang. Seperti pada tahun anggaran 2014 dan 2015 yang ada temuan BPK dengan nilai sekitar Rp 600 juta lebih, ini bisa dijadikan pintu masuk dalam penyelidikan BOP Setwan 2014-2019,” katanya.

Menurut Ibang, Pokir DPRD sesungguhnya merupakan nomenklatur yang mirip dengan “penjaringan aspirasi masyarakat” sebagaimana pernah tercantum dalam PP 1/2001 dan PP 25/2004 yang pada pokoknya menyatakan anggota DPRD mempunyai kewajiban menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Hanya kemudian PP 16/2010 menegaskan bahwa “aspirasi masyarakat” berbentuk pokir DPRD tersebut menjadi tugas Banggar DPRD menyampaikannya kepada kepala daerah. Permasalahan yang muncul itu ketika dari penjaringan aspirasi terdapat nilai rupiah.

Hasil kajian yang dilakukan, tuturnya, oknum anggota DPRD diduga meminta pada pemborong dengan nilai 10 persen hingga 15 persen dari pagu yang tercantum dalam APBD. Persentase ini bergantung pada proses pembahasan anggaran, jika pembahasannya masih jauh hanya 10 persen dan jika sedang pembahasan APBD dan sudah dimasukkan dalam APBD dan sudah ada judul pekerjaannya setorannya bisa mencapai 12,5 persen hingga 15 persen.

Ibang menyampaikan, kadang judul proyek itu tidak melalui usulan dalam reses, tetapi ada pemborong yang memasukkan judul proyek anggota dewan dengan setoran 12,5 persen. Tidak sedikit anggota DPRD mengambil utang pada anggota dewan yang lain dengan jaminan pekerjaan sebagai jatah dari APBD.

Baca Juga :  Trump Janji Pangkas Harga Obat, Rujuk Harga Internasional

Ibang menyampaikan, kadang judul proyek itu tidak melalui usulan dalam reses, tetapi ada pemborong yang memasukkan judul proyek anggota dewan dengan setoran 12,5 persen. Tidak sedikit anggota DPRD mengambil utang pada anggota dewan yang lain dengan jaminan pekerjaan sebagai jatah dari APBD.

Diungkapkannya, anggota dewan mengarahkan pada SOPD agar pemborong yang sudah setorkan uang diakomodir sebagai pelaksana proyeknya. Anggaran tersebut dititipkan pada instansi terkait yang kecenderungan korupsinya relatif tinggi antara lain Dinas PUPR,
Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Dinas Pemuda dan Olah Raga.

“Sama halnya dengan penyelidikan anggaran mamin dan perjalanan dinas, pada anggaran lainnya di atas. Pihak penyelidik maupun penyidik di Bidang Pidsus mengkonfirmasi hasil keterangan para pihak terkait termasuk pihak ketiga sebagai pelaksana barang/jasa dengan berbagai dokumen yang dapat dijadikan alat bukti sebagai fakta hukum,” ucap Ibang.

Kejaksaan, tambahnya, dengan kewenangan yang dimilikinya dapat memeriksa dan menyita dokumen yang diperlukan di antaranya dokumen RKA, DPA-DPPA, LHP BPK, hasil audit inspektorat. Selain itu ada juga LKPD audited, dokumen surat penunjukan (SPK) pelaksana kegiatan, bukti pembayaran (SP2D), kesesuaian spesifikasi barang/jasa maupun bukti registrasi asset.

Lebih jauh Ibang mengharapkan agar Kejari Garut harus mampu menangkis berbagai isu yang selama ini terkesan membuat lambat penyelidikan kasus ini. Karena, semakin lama kasus ini tidak jelas statusnya, akan membuka peluang masuknya mafia peradilan maupun makelar-makelar kasus yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Ditandaskan Ibang, Kejari juga harus mewaspadai adanya upaya-upaya perbaikan berkas yang nantinya akan menghilangkan alat bukti dan menyamarkan kasus ini hingga menguap. Hal ini penting mengingat aktor yang terlibat dalam kasus ini adalah para politisi dengan tujuan tidak sampai terjerat kasus pokir ini.

Baca Juga :  Prabowo Akan Hadiri dan Buka Konferensi Parlemen OKI ke-19 di DPR RI, Malam Ini

“Atas dasar tersebut di atas, Gerakan Revolusi Garut memohon kepada Kejari agar segera memeriksa pimpinan DPRD 2014-2019, Ketua fraksi DPRD 2014-2019, anggota banggar dan pimpinan komisi DPRD 2014 -2019. Kejari juga harus segera melakukan pemeriksaan terhadap bandar yang diduga terlibat, baik pengusaha besar maupun oknum birokrat,” kata Ibang.

Selain itu, Gerakan Revolusi Garut juga mendesak Kejari untuk segera memeriksa mantan sekretaris daerah dan mantan sekretaris dewan 2014-2016, segera memeriksa pejabat teknis terkait anggaran untuk pokok pikiran DPRD, serta melakukan perlindungan saksi dan tidak terjadi kriminalisasi. Yang tak kalah pentingnya, PPATK segera menelusuri aliran keuangan DPRD 2014–2019.

Dimintai tanggapannya tentang adanya desakan dituntaskannya penanganan kasus dugaan korupsi di lingkup DPRD Garut, Kepala Kejaksdaan Negeri (Kajari) Garut, Sugeng Hariadi, menyatakan sampai saat ini pihaknya masih bekerja untuk itu. Sugeng pun memita agar pihaknya diberi kesempatan untuk bekerja dengan baik.@zhr

Baca Berita Menarik Lainnya :