Gus Baha: Sebaik-baiknya Ibadah adalah Bekerja

Editor Rais Syuriyah PBNU KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha) saat memberikan mauidzoh hasanah di Halaman Gedung PBNU Jakarta. /nu.or.id
Silahkan bagikan

VISI.NEWS | BANDUNG – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan Rasulullah saw dalam sabdanya menerangkan bahwa sebaik-baiknya ibadah adalah bekerja. “Ibadah terbaik adalah bekerja, kata Nabi. Orang biar tetap kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing dan itu ibadah yang paling utama,” ungkap Gus Baha dalam tayangan Sebaik-Baiknya Ibadah Adalah Kerja, dikutip NU Online, Senin (1/5/2023).

“Tidak ada yang berkata ‘ibadah terbaik adalah menemui tamu’. Memang termasuk kebaikan, tapi ibadah terbaik adalah kerja,” tambahnya.

Perihal bekerja ini, Gus Baha lantas mengisahkan pengalamannya ketika pergi ke pasar bersama anak-anaknya pada tanggal 2 Syawal atau sehari setelah lebaran.

“Di tanggal 2 Syawal itu sudah ada penjual ayam. Saya menangis, ya Allah tanggal 2 Syawal sudah cari uang,” kata Gus Baha. Gus Baha kemudian bercerita, ia spontan langsung beli dagangan orang tersebut. Penjual di pasar itu kata Gus Baha juga ternyata mengenal dirinya. Sang penjual lalu bertanya,”Beli berapa ayam Gus?” “Beli dua ratus ribu,” ujar Gus Baha.

Jumlah pembelian tersebut lantas membuat sang penjual terkejut dan heran, buat apa beli ayam sebanyak itu?

“Ya… dipakai untuk pelajaran,” kelakar Gus Baha. Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA itu menambahkan perayaan hari raya sebaiknya tidak berlangsung lama-lama karena banyak menghambat siklus perekonomian pasar.

Oleh karena itu, tradisi hari raya di kediaman Gus Baha hanya pada hari pertama dan malam hari ke dua Syawal. Gus Baha mengaku pengamalan ‘sebaik-sebaiknya ibadah’ tersebut diperolehnya dari KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen.

Mbah Maimoen dengan besar kekuasaan dan pengaruhnya, ia tetap menyambung kehidupan dengan hasil kerja yakni berniaga. “Ketika makan di rumahnya, yang ia makan adalah uang hasil jualannya,” kata dia.

Baca Juga :  Keputusan PSSI Hentikan Liga 2 dan 3 Bukti Inkonsistensi Pengelolaan Sepak Bola Tanah Air

Gus Baha sendiri menyebut bahwa ia sering menemani Mbah Maimoen makan. Mbah Moen, lanjutnya, biasa makan lauk pecel. “Pecel yang dijual pada santri-santrinya itu,” ucapnya.

Pengalaman ini juga ia teladani dari sang Ayah yakni K.H. Nursalim. Meskipun begitu besarnya ketokohan Kiai Nursalim, ketika di rumah makan sebagaimana orang biasa. “Bapak saya juga begitu. Betapa besarnya bapak, sekalinya di rumah biasa,” tutupnya.@mpa/nu.or.id

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Literasi Digital, Bonus Demografi, Perlindungan Data Pribadi & Pilpres 2024

Sel Mei 2 , 2023
Silahkan bagikanVISI.NEWS | BANDUNG – Momentum hari pendidikan nasional (Hardiknas) pada 2 Mei seharunya menjadi refleksi perlunya perbaikan, terutama soal literasi digital. Pandemi telah memaksa semua negara termasuk Indonesia melakukan digitalisasi dengan cepat, akhirnya kita menyadari adanya keterbatasan di sisi SDM. Modal utama perbaikan di sektor pendidikan, dengan perbaikan dan […]