VISI.NEWS | JAKARTA – Harga beras yang terus melambung tinggi membuat masyarakat, khususnya ibu-ibu, mengeluh dan khawatir. Harga beras medium di pasar-pasar tradisional sudah mencapai Rp 14.000-Rp 15.000 per kg, jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450 per kg.
Salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah menurunnya produksi akibat kemarau panjang yang melanda sejumlah daerah penghasil beras. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menambah kuota impor beras sampai akhir 2023 sebesar 1,5 juta ton.
Namun, langkah ini belum mampu menstabilkan harga beras di pasaran. Pedagang beras di Pasar Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengaku sering dimarahi ibu-ibu karena harga beras yang tinggi. Mereka mengikuti harga yang berlaku di pasaran, karena jika mengikuti HET, mereka akan rugi.
Begitu juga pedagang beras di Pasar Cihaurgeulis Kota Bandung ibu-ibu mengeluhkan harga beras yang terus merangkak. “Aneh, tiap beli beras harganya sudah beda dan lebih mahal. Beras premiun yang tadinya 12.000 – 13.000 sekarang harganya sudah 17.000,” ungkap Naning, saat berbelanja ke pasar tersebut, Sabtu (10/2/2024).
Di Pasar Baleendah, harga beras premium sudah berkisar di harga Rp. 15.000 – 17.500. Bahkan, menurut beberapa pedagang beras eceran, berasnya juga sempat menghilang.
Selain itu, stok beras jenis medium juga mulai menipis di gudang-gudang. Salah satu agen beras di Pasar Warakas mengatakan, mereka tidak akan menjual beras murah lagi karena stok sudah kosong.
Kenaikan harga beras ini berdampak pada daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Mereka terpaksa mengurangi konsumsi beras atau mencari beras yang lebih murah, namun kualitasnya kurang baik.
Harga beras yang tinggi juga berpotensi meningkatkan angka kemiskinan dan inflasi. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk segera mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menekan harga beras dan menjaga ketersediaan stok di pasaran.
@uli