VISI.NEWS – Tetapi, calon suaminya juga tidak mau jika harus berpindah agama. Hingga Aga lulus kuliah, calon suaminya terus bertemu kedua orang tua Aga.
“Saya tidak tahu apa yang membuat ibu saya yang tadinya fanatik terhadap agamanya sendiri mau menerima suami saya saat ini,” ujar dia.
Suatu hari, ibunya membahas soal pernikahan dan soal Islam. Ibunya tidak melarang ataupun mendukung.
Hanya saja, sang ibu memberikan penilaian bahwa calon suaminya adalah sosok yang baik dan taat agama. Jika anaknya memang mau menikah, dia tidak mempermasalahkan asalkan dia menjadi istri yang taat dengan suami dan jika memang harus pindah agama harus menjalani agamanya dengan sebaik-baiknya.
Menikah mungkin adalah jalan Aga untuk memeluk Islam. Tetapi, dia tidak ingin asal sekadar memeluk Islam karena pernikahan.
Pada 2017-2018 Aga kemudian pulang ke Pekalongan. Aga mengutarakan niatnya untuk memeluk Islam kepada calon suaminya.
Saat itu, selain calon suami, calon ibu mertuanya juga mengajari dia tentang Islam. Dia pun menghadiahkan mukena untuk Aga belajar salat.
Awalnya, Aga diajari tata cara salat dan bacaan saja. Sedangkan, untuk kajian Islam, sejak kecil, calon suaminya ini memang sering memanggil ustaz ke rumah sehingga sering mengadakan kajian bulanan.
Setelah memahami sedikit, Aga memberanikan diri bersyahadat. Dia datang ke sebuah gedung dan dihadiri kiai di Pekalongan. Secara resmi, Aga bersyahadat beberapa bulan sebelum Ramadan pada 2018.
Setelah bersyahadat, Aga kemudian mengkaji beberapa ajaran Islam. Salah satunya adalah tentang kajian pranikah.
“Karena sudah berniat memeluk Islam, sejak bersyahadat, hal-hal yang haram telah saya tinggalkan, termasuk makanan dan minuman yang haram,” ujar dia.
Aga mengatakan, tidak sulit untuk meninggalkannya. Hanya saja, adaptasi keluarga terhadap dirinya yang masih sulit.
Karena kebiasaan Tionghoa ketika mengadakan acara terdapat sajian makanan dan minuman yang haram. Aga harus aktif bertanya jika ingin makan atau minum sesuatu. (Bersambung)/@fen/ sumber: republika.co.id)