VISI.NEWS | PEKANBARU – Sebagai bagian dari rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2025, Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Wartawan Berintegritas Sahabat Semua’ digelar di Pekanbaru pada Jumat (7/2/2025). Diskusi ini membahas upaya mencegah pemerasan yang kerap dilakukan oknum wartawan terhadap kepala sekolah dan guru.
Acara tersebut menghadirkan berbagai pembicara, termasuk Direskrimum Polda Riau Asep Darmawan, Rektor Universitas Lancang Kuning yang juga Direktur Pendidikan PWI Riau Junaedi, Direktur Lembaga UKW PWI Pusat Aat Sufaat, serta Ketua Forum Pemred SMSI Dar Edi Yoga. Diskusi dipandu oleh moderator Ridar Hendri.
Junaedi menyoroti fenomena wartawan tanpa kredibilitas yang memanfaatkan isu pungutan sekolah untuk melakukan pemerasan. Menurutnya, pengelolaan sekolah yang sesuai aturan dapat meminimalisir potensi pemerasan.
“Faktanya, banyak kepala sekolah dan guru yang berhadapan dengan wartawan-wartawan abal-abal yang melakukan pemerasan. Saat ini, siapa pun bisa dengan mudah membuat media dan menaikkan berita ke portal mereka. Wartawan abal-abal ini harus kita hadapi dengan cara mengelola sekolah sesuai ketentuan yang ada. Jika ada penyimpangan, tentu bisa menjadi celah yang dimanfaatkan untuk menekan pihak sekolah, misalnya dengan isu pungutan yang kerap dijadikan alat pemerasan,” ujar Junaedi.
Aat Sufaat menegaskan bahwa uji kompetensi dan regulasi yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan profesionalisme wartawan.
“Di Indonesia, menjadi wartawan sangatlah mudah. Untuk memastikan wartawan memiliki integritas dan profesionalisme, ada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang harus berinduk ke satu organisasi. Sayangnya, masih banyak yang tidak mengikuti aturan ini. Di Indonesia, ada 11 pasal kode etik jurnalistik, salah satunya menyatakan bahwa wartawan tidak boleh beritikad buruk. Namun, kenyataannya masih banyak pelanggaran,” saran Aat.
“Tanyakan kartu pers dari Dewan Pers. Jika perlu, laporkan ke PWI kabupaten atau provinsi. Bahkan, mengunggah kasus pemerasan ke media sosial bisa menjadi cara efektif untuk menghentikan aksi mereka,” tambahnya.
Sementara itu, Asep Darmawan menekankan bahwa kepala sekolah harus berani melaporkan kasus pemerasan kepada pihak berwajib jika mereka tidak melakukan pelanggaran.
“Jika tidak ada penyimpangan, maka tidak perlu takut. Di Riau, misalnya, ada kasus kepala sekolah yang diperas dengan ancaman penghapusan berita dengan imbalan sejumlah uang. Namun, kepala sekolah itu melapor, dan pelaku berhasil ditangkap. Kasus semacam ini sering terjadi. Transparansi anggaran adalah kunci agar tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum wartawan,” ujar Asep.
Dar Edi Yoga menambahkan bahwa hanya sekitar 3.000 dari 47.000 media di Indonesia yang telah terverifikasi Dewan Pers.
“Jumlah media yang terverifikasi sangat sedikit karena persyaratannya ketat. Salah satu cara menghindari pemerasan adalah dengan memverifikasi identitas wartawan. Tanyakan apakah medianya benar-benar terdaftar, apakah ada nomor telepon kantor, serta apakah wartawan tersebut membawa surat tugas resmi dari redaksi. Jika tidak bisa membuktikan hal-hal tersebut, kemungkinan besar dia adalah wartawan abal-abal,” ujarnya.
FGD ini turut dihadiri oleh tokoh-tokoh pers nasional, seperti Ketua Panitia HPN Riau 2025 yang juga Bendahara PWI Pusat, Marthen Slamet Susanto, Ketua Umum PWI Pusat Periode 2018-2024 Atal S. Depari, serta Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, Nurjaman Mochtar.
Diskusi ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat integritas pers serta membangun hubungan sehat antara dunia pendidikan dan media. Dengan transparansi dan sikap waspada, praktik pemerasan di dunia pendidikan dapat ditekan. @ffr