VISI.NEWS | BANDUNG – Innalillahi wainaillaihi rajiun, telah berpulang ke rahmatullah salah satu tokoh seni rupa dan seniman Indonesia, sekaligus figur akademisi di bidang seni, Prof. Dr. Setiawan Sabana, MFA.
Almarhum meninggalkan dua orang putra, dan satu orang istri, pada hari Kamis, 27 April 2023 pukul 03.00 WIB di Bandung. Sebelum dimakamkan, jenazah disemayamkan di Rumah Duka, Jalan Rebana No. 10 Bandung
Prof. Dr. Setiawan Sabana, M.F.A., merupakan seorang maestro seni kertas kelahiran Bandung, 10 Mei 1951. Ia meninggal dalam usia, 72 tahun.
Semasa hidupnya, Prof. Seriawan merupakan seorang seniman grafis, dosen, serta guru besar seni rupa di ITB, yang telah banyak menorehkan prestasi dan kebanggaan untuk negeri ini.


Ia dikenal sebagai salah satu tokoh pemuka dalam seni grafis Indonesia serta seni menggunakan medium kertas, yang menjadi bagian berkeseniannya yang tak lepas ia geluti sampai usia senjanya.
Prof. Setiawan Sabana ini lulus dari Jurusan Seni Grafis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB), pada tahun 1977. Ia kemudian mendapatkan beasiswa Fulbright Scholarship pada tahun 1980, dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 di Universitas Northern Illinois, dalam bidang yang sama. Pada tahun berikutnya ia menggelar sebuah pameran tunggal di universitas Amerika Serikat tersebut. Jenjang S3 nya, sampai meraih gelar doktor, ia selesaikan pada tahun 2002 dari Institut Teknologi Bandung, dengan penelitian tentang seni rupa kontemporer di Asia Tenggara (khususnya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina).
Jabatan puncak yang menjadi capaian prestisius Prof Setiawan Sabana ini ialah menjadi dekan di FSRD ITB sampai tahun 2005. Dan pada tahun 2006, Prof Setiawan mendapatkan jabatan tertinggi sebagai Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.
Sejak awal, karier keseniannya dikenal dekat dengan medium kertas. Ketertarikannya pada kertas ini tidak sekadar berhenti pada kertas sebagai bentuk, tetapi juga kepada hal yang lebih esensial. Dalam satu pameran tunggal berjudul Jagat Kertas ia mengatakan bahwa kertas dalam pameran itu dapat dimaknai dengan jagat besar (makrokosmos), jagat kecil (mikrokosmos), dan jagat gaib (metakosmos), mengikuti filsafat Sunda yang mengenal alam semesta besar, kecil, dan ruh.
Selain berurusan dekat dengan kertas, Prof. Setiawan ini juga dikenal dekat dengan seni grafis. Kelulusannya dari jurusan seni grafis, sebuah bagian seni yang waktu ia lulus tidak terlalu dipandang oleh para kritikus, ia ambil sebagai tantangan untuk mengedepankan seni grafis di Indonesia.
Pameran berjudul “Diagnosis” yang diselenggarakan di Galeri Soemardja, ITB, pada 24 Oktober hingga 14 November 2014 yang berisi showcase karya-karya seni grafisnya, telah memberinya energi lebih untuk menggali lebih dalam tehnik grafis yang memiliki ciri kekhasan Indonesia, yang ia padukan dengan medium kertas sebagai ciri penguatnya.
Ia sempat mengikuti penelitian tentang seni grafis kontemporer Jepang pada tahun 1989, selama empat bulan, atas undangan dari Japan Foundation. Di Jepang, ia menyempatkan diri untuk kembali dan berpameran, yaitu sebuah pameran tunggal di Galeri Natsuhiko, Tokyo, pada tahun 1990, dan sebuah pameran tunggal di Galeri Oda di Hiroshima pada tahun 1991. Selama tahun 1990, ia beberapa kali mengikuti pameran seni grafis, antara lain “International Print Exhibition” di Bangladesh, “Modernities and Memories” di Venesia, Italia, dan “The Thirteen Asian International Art Exhibition” di Malaysia.
Berbagai penghargaan untuk sosok Setiawan Sabana ini juga, telah banyak didapatkan. Beberapa penghargaan itu datang baik dari dalam maupun luar negeri, di antaranya: Silver Medal, 1st Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan (1984); Gold Medal, 2nd Seoul International Art Exhibition, Pan Asia Association, Seoul, Korea Selatan (1985); Satyalancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden RI (2006); dan Anugerah Budaya Kota Bandung (2016); dan Anugerah Seni Jawa Barat (2017).
Selamat jalan Prof. Setiawan Sabana, amal baiknya menjadi bukti sebagai sosok yang baik di dunia berkesenian yang menjadi jalan syiar dakwah dalam berjihad, dan semoga, Allah menempatkannya di surga sebagai balasannya. Amin.
@bambang melga suprayogi