VISI.NEWS | BANDUNG – Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu provinsi penyumbang suara terbesar skala nasional dalam setiap kontestasi pemilu. Bahkan dalam pemilu 2024 mendatang, sebanyak 17,4 persen suara politik berasal dari masyarakat Jawa Barat.
Fenomena tersebut, berbanding terbalik dengan keterwakilan tokoh- tokoh pejabat negara termasuk pemimpin negara yang berasal dari provinsi Jawa Barat.
Hal itu disampaikan pengamat politik yang juga guru besar komunikasi politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si., mengaku sangat heran dengan fenomena tersebut.
“Bicara masalah politik di Jawa Barat, ada sebuah misteri yang hingga saat ini belum terpecahkan, bahkan bisa disebut anomali. Dimana dengan jumlah penyumbang suara terbesar, berbanding terbalik dengan keterwakilan sosok putera daerah Jawa Barat dalam komposisi pemimpin serta pejabat negara”, ujar Prof. Dr. H. Karim Suryadi, seusai melakukan dialog politik di kawasan jalan Asia Afrika Kota Bandung, baru-baru ini.
Ia mengatakan bahwa jika dilihat dari data kepemimpinan pejabat negara hingga 2014 lalu, sosok atau tokoh yang berasal dari Jawa Barat dapat di hitung dengan jari.
“Secara sejarah hingga tahun 2014, tingkat keterwakilan Jawa Barat dalam panggung politik nasional itu rendah. Pertama, kita sudah punya tujuh presiden, dari Jawa barat, nol. Kedua, kita sudah punya 10 wakil presiden, dari Jawa barat baru satu, Jendral Umar Wirahadikusumah. Dan itu pun kita yakin, bukan karena kesundaannya, bukan karena kejawabaratannya, tapi karena jalur militernya,” tegas Prof Karim.
“Padahal teori mengatakan, ada istilah Capres Cawapres bermain di rumah sendiri akan mendapatkan dua keuntungan. Pertama, dia akan merepresentasikan apa kekhawatiran mayoritas rakyat yang akan diwakilinya, dan kedua, dia akan mendapatkan sesuatu yang harus diberikan kepada rakyatnya,” imbuhnya.
Jadi intinya, kata Karim, secara teori, koalisi manapun membutuhkan dukungan suara masyarakat Jawa Barat. @gvr