VISI.NEWS | SURABAYA – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati, mengungkapkan kekecewaannya atas putusan kasasi yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Gregorius Ronald Tannur, terpidana dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan. Mia menyatakan bahwa meskipun majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung mengakui Ronald bersalah sesuai dengan dakwaan kedua, yakni Pasal 351 KUHP ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, hukuman yang dijatuhkan masih jauh dari harapan.
“Jadi, artinya bahwa di sini terdakwa benar-benar terbukti bersalah, meskipun dari hukuman [lima tahun] kami kecewa, boleh kecewa. Tapi kami sudah bisa berbesar hati karena Ronald terbukti bersalah,” kata Mia, Minggu (28/10/2024).
Dia menegaskan bahwa pihaknya sebelumnya mendakwa Ronald dengan tiga alternatif, termasuk Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan menuntut hukuman 15 tahun penjara. Namun, dakwaan tersebut tidak dapat dibuktikan sesuai keyakinan majelis hakim, sehingga putusan akhirnya berlandaskan Pasal 351 ayat 3 KUHP.
“Dan di sini tuntutan yang kami ajukan adalah tuntutan dengan mencoba menuntut dengan pidana 15 tahun penjara di mana, di kami pada Pasal 338 KUHP, tapi tidak bisa dibuktikan oleh keyakinan majelis hakim akhirnya di putus Pasal 351 ayat 3 KUHP,” ucapnya.
Selama persidangan, jaksa telah mempresentasikan berbagai bukti, termasuk rekaman CCTV, yang mendukung tuntutan mereka terkait peristiwa pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti. Mia berharap keadilan dapat ditegakkan dengan hukuman yang lebih berat.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mia Amiati, mengungkapkan bahwa pihaknya mempertimbangkan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Gregorius Ronald Tannur. Namun, sebelum melakukannya, jaksa berencana mengumpulkan bukti-bukti baru yang dapat mendukung langkah tersebut.
Mia menjelaskan bahwa novum atau bukti baru adalah hal yang perlu diajukan dalam proses PK. Jika ada bukti baru yang relevan, mereka akan meminta arahan dari pimpinan untuk menyusun dokumen yang diperlukan.
“Kita upayakan, karena semua teman-teman tahu kalau novum adalah alat bukti yang belum pernah diajukan dalam saat proses persidangan. Kalau misal ke depan ada bukti baru pasti kita akan upayakan, nanti kita akan miminta penunjuk pimpinan. Dan kita harus punya alat bukti yang jelas untuk diajukan ke majelis pada tingkat PK nanti,” kata Mia.
Sebelumnya, Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Ronald di Pengadilan Negeri Surabaya dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara berdasarkan Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Putusan ini dibacakan pada 22 Oktober 2024.
“Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum, batal judex facti,” demikian amar putusan dikutip dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (23/10/2024).
“Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP – Pidana penjara selama 5 (lima) tahun – barang bukti = Conform Putusan PN – P3 : DO,” demikian bunyi amar putusan kasasi.
Ronald, yang merupakan anak dari mantan Anggota DPR RI Edward Tannur, ditangkap di kediamannya di Surabaya dan kini ditahan di Rutan Medaeng Klas I Surabaya.
Kasus ini semakin rumit dengan penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Ronald, yang diduga menerima suap sebesar Rp20 miliar untuk memberikan vonis bebas. Mereka kini menjadi tersangka dalam kasus suap yang melibatkan pengacara Ronald, Lisa Rahmat, yang juga ditangkap dan dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi. @ffr