VISI.NEWS – Kelompok Warga Peduli, sebuah organisasi aktivis yang dipimpin oleh mantan Menteri Keuangan India Yashwant Sinha menuntut pembebasan para politisi Kashmir itu.
“Kami menemukan bahwa tindakan New Delhi telah menyebabkan kejutan, trauma, dan penghinaan di antara penduduk setempat (di Kashmir).Kemarahan yang membara atas ketidakberdayaan mereka tetap ada,” kata Sinha.
Lantas Para menggambarkan penahanan itu sebagai “penghinaan pribadi” dan mengatakan penindasan pemerintah India terhadap para pemimpin lokal mengakibatkan “kelumpuhan politik” di wilayah tersebut.
“Banyak yang terjadi dan kami tidak dapat melakukan apa-apa, berbicara atau menentang,” katanya di Srinagar.
Dia menambahkan bahwa Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa di India tidak memiliki banyak dukungan politik di Kashmir.
Perekonomian yang anjlok
Perdana Menteri India Narendra Modi menegaskan bahwa pencabutan status khusus diperlukan untuk menghentikan konflik dan meningkatkan pembangunan ekonomi di Kashmir.
Meskipun New Delhi mengklaim kemajuan ekonomi telah terjadi di Kashmir selama setahun terakhir, Sheikh Ashiq, Presiden Kamar Dagang dan Industri Kashmir, mengatakan bahwa wilayah tersebut mengalami kerugian senilai lebih dari € 4,5 miliar (Rp 77,5 triliun) selama setahun lalu.
“Jumlah ini adalah perkiraan kasar kami. Satu demi satu penguncian wilayah telah menyebabkan hampir 500.000 orang menganggur, yang merupakan kekhawatiran terbesar kami. Kami berada pada titik di mana kami tidak memiliki kapasitas keuangan sekarang,” kata Sheikh, menambahkan krisis ekonomi separah itu belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ada keresahan di masa lalu juga, tetapi situasi ini aneh. Kami telah mencapai titik di mana kami benar-benar hancur,” katanya.
Para juga berbagi pandangan yang serupa.
“Selama setahun terakhir tidak ada pembangunan, tidak ada kegiatan ekonomi, tidak ada pariwisata,” katanya.
“Kamu tidak akan pernah bisa memenangkan dukungan populasi dengan menahan dan mengalahkan mereka.”
Keamanan rapuh
Selama setahun terakhir, pemerintah PM Modi juga telah mengesahkan banyak undang-undang baru yang menurut penduduk setempat bertujuan untuk menggeser demografi di wilayah mayoritas Muslim.
Sementara itu, pasukan militer telah meningkatkan operasi kontra-pemberontakan dalam beberapa bulan terakhir.
Bentrokan pada paruh pertama tahun ini saja, telah menewaskan 229 orang, termasuk 32 warga sipil, lapor kantor berita AFP.
Sebanyak 283 orang yang terbunuh pada tahun 2019 merupakan jumlah korban tertinggi selama satu dekade. Namun, seorang pejabat senior di Pasukan Keamanan Perbatasan India, yang ingin tetap anonim mengatakan bahwa situasi keamanan di wilayah itu “lebih baik dari sebelumnya,” dengan mengutip data penurunan jumlah pemuda lokal yang bergabung dengan kelompok ekstrimis pro-separatisme. @fen/sumber: deutsche welle