VISI.NEWS | BANDUNG – Tim Kuasa Hukum terdakwa kasus dugaan tipikor PT Pos Finansial (Posfin) Indonesia, Yusuf Hamangku membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas dakwaan perkara yang menjeratnya.
Salah seorang tim Kuasa Hukum, Ucok Tamba mengatakan, dalam perkara tersebut, tentunya harus dilihat secara jernih, pasalnya kasus yang menjerat Yusuf harus mampu membuktikan ada atau tidaknya unsur kerugian negara.
“Sebelumnya kita harus jernih mendefinisikan dulu apa yang didakwakan JPU ini, uang negara atau uang perusahaan, itu dulu,” katanya.
Kepada VISI.NEWS, Senin (18/7/22), Ucok mengungkapkan, dari fakta yang terungkap dimuka dipersidangan, bahwa uang diduga Rp. 57 miliar itu, diduga merupakan uang perusahaan, dan harus dilihat apa yang kemudian menjadi indikasinya.
“Terungkap bahwa, uang ini diduga milik perusahaan, jadi harus dilihat indikasinya dulu, dimana sistem laporan keuangan yang dilaporkan PT Posfin ini, sistem standar akuntansi perusahaan, bukan standar pemerintah,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Ucok, basis akuntansi yang digunakan aktual bukan kas, ini yang kemudian salah satu indikasi untuk mengidentifikasi PT Posfin bukan merupakan perusahaan negara, karena terdapat adanya percampuran saham didalamnya.
“Jadi mengidentifikasi PT Posfin itu, bukan perusahaan negara, lebih khusus lagi bahwa ada pencampuran saham didalamnya, diduga 51 persen itu saham PT Pos, sisanya 49 persen itu milik PT lain atau diduga milik Group Bakri,” ujarnya.
Kemudian Ucok menjelaskan, indikasi tersebut turunannya bahwa, jika dalam dakwaan kemudian dianggap merugikan negara, namun terungkap bahwa uang tersebut merupakan milik perusahaan, bukan milik negara, terlebih mengacu pada UU No 47 tahun 2007.
“Ini uang perusahaan bukan uang negara, artinya dipisah, apalagi kalau kita mengacu pada UU No 40 tahun 2007, apa sih hakekatnya perusahaan perseroan terbatas ini, jadi menurut kami JPU tidak mampu untuk membuktikan itu,” jelasnya.
Ketidak mampuan dimaksud ialah, mengungkap dan atau membuktikan tindak pidana korupsi sesuai yang didakwakan terhadap Yusuf, dan diakuinya jika perbuatan atau dugaan menyalahgunakan kewenangan itu ada, namun tidak kemudian bisa dijerat dengan pasal pemberantasan tipikor.
“Dakwaan terhadap Yusuf itu menyangkut dengan uang negara, sementara uang ini bukan uang negara menurut pendapat hukum kami, ini uang perusahaan, terutama dalam laporan keuangan, tidak pernah membuat pengumuman laporan keuangan kepada publik,” imbuhnya.
PT Posfin Indonesia, diketahui membuat laporan keuangannya itu terhadap internal, jadi secara tidak langsung kerugian negara tersebut tidak ada, namun jika ada dugaan penyalahgunaan keuangan, tentunya ini terjadi pada perusahaan internal.
“Kalau bersi kukuh dalam kasus Yusuf ini terdapat adanya kerugian negara, seharusnya JPU mampu membuktikan bahwa laporan keuangan PT Posfin itu dikonsolidasikan terhadap PT Pos Indonesia, ini tidak ada,” ucap Ucok.
Terakhir, dalam dakwaan primer tidak terbukti, untuk itu diminta agar di bebaskan dari segala dakwaan, dan dalam dakwaan subsider, tim kuasa hukum menyatakan onslag atau lepas, pasalnya kasus Yusuf ini dianggap tidak bisa dijerat dengan pasal yang menyangkut tipikor.
“Jadi dakwaan primer kami minta dibebaskan karena tidak sah, menyangkut Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dan subsidernya itu adalah Pasal 2 dan 3 Jo Pasal 55 turut serta, nah itu kita minta di lepas,” pungkasnya.@eko