VISI.NEWS | JAKARTA – Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Hafidz Muksin menyebutkan bahwa generasi muda berperan sebagai pilar pelestarian bahasa daerah. Oleh karena itu, idealnya generasi mudah dapat berperan aktif melalui berbagai kegiatan budaya dalam mengembangkan bahasa lokal melalui berbagai wadah ekspresi kekinian.
Pernyataan itu disampaikan Hafidz Muksin dalam kuliah umum bertajuk “Keanekaragaman dan Kelestarian Bahasa di Indonesia: Mengeksplorasi Variasi Regional dan Pelindungan Bahasa” di Aula Sasadu, Gedung M. Tabrani Badan Bahasa Jakarta pada Jumat, 25 Juli 2025. Kegiatan tersebut merupakan kerja sama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) dengan Wacana Universitas Indonesia serta Universitas Leiden.
“Keberagaman bahasa di Indonesia seperti taman kota yang penuh aneka warna, masing-masing warna melambangkan karakter masyarakat dari berbagai penjuru nusantara. Generasi muda adalah kunci utama pelestari bahasa daerah, mereka perlu ditanamkan agar memiliki kecintaan terhadap bahasa ibu melalui aktivitas sehari-hari, ruang kreativitas dan apresiasi, program budaya, dan media digital,” tutur Hafidz.
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman bahasa daerah. Setidaknya, Badan Bahasa telah mencatat 718 bahasa daerah yang hidup di Indonesia. Bahasa daerah tersebut tidak hanya menjadi alat komunikasi, melainkan juga cermin kekayaan budaya dan identitas bangsa. Keanekaragaman bahasa ini diibaratkan sebagai ‘taman kota’ yang penuh aneka warna, yang melambangkan karakter unik dari masyarakat di berbagai penjuru Nusantara.
Hal itu juga diakui oleh narasumber Marian Klamer (Profesor Bahasa Rumpun Papua dan Austronesia) dari Universitas Leiden. Klamer memaparkan betapa kompleks dan kaya ekologi linguistik Indonesia yang meliputi tidak hanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia, melainkan juga lingua franca lokal dan ragam Melayu yang telah berkembang selama berabad-abad. Ia mencontohkan fenomena di Pulau Pantar yang kecil tetapi memiliki 11 bahasa lokal, yang menandakan keberagaman yang sangat tinggi meskipun dalam wilayah terbatas.
Selanjutnya, Nazarudin (Dosen Departemen Linguistik FIB UI) membagikan studi kasus tentang bahasa Oirata di Pulau Kisar Maluku, yang menghadapi tantangan penurunan jumlah penutur, tetapi terus dilestarikan melalui inisiatif lokal dan dokumentasi intensif. Kajian dan penelitian yang telah dilakukan bertahun-tahun tersebut, telah memantik semangat dan kreativitas tokoh masyarakat setempat untuk menciptakan kamus bahasa daerah di wilayahnya.












