- Kaum muda dan orang-orang terdekat mereka perlu waspada dan diperlengkapi untuk melawan ancaman kesehatan mental yang dapat muncul dari penggunaan media sosial.
- Media sosial dapat menjadi tambahan yang berharga dalam kehidupan masyarakat, namun penggunaannya yang tidak terkendali atau tidak diatur dapat merusak hubungan, kinerja, dan efektivitas.
Oleh Yatan Pal Singh Balhara (360info)
All-India Institute of Medical Sciences
RAJAT, 16, mulai menggunakan aplikasi media sosial setelah berusia 14 tahun. Dia memeriksa postingannya setiap pagi dan online hingga larut malam.
Jika postingannya tidak mendapatkan ‘suka’ atau hanya mendapat sedikit penayangan dan pembagian, dia akan merasa tidak dicintai dan tidak berharga dan akan menambah waktu onlinenya untuk mencoba melakukan ‘lebih baik’.
Orang tuanya percaya media sosial telah membajak hidupnya, namun upaya mereka untuk membantu membuatnya mudah tersinggung dan bahkan agresif secara fisik. Rutinitas hariannya menjadi sebuah tantangan. Mereka mendapat bantuan psikiater ketika menyadari Rajat mengalami depresi berat.
Rajat bukanlah nama asli remaja tersebut, namun ia adalah salah satu dari banyak remaja India yang bergulat dengan banyak tantangan yang ditimbulkan oleh media sosial. Relevansinya yang semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari kaum muda dan cara mereka berinteraksi dengannya telah menimbulkan kekhawatiran besar mengenai dampaknya terhadap kesejahteraan mental mereka.
Penelitian tentang dampak media sosial terhadap kesehatan mental menunjukkan hasil yang beragam, mencerminkan kompleksitas yang terlibat.
Penelitian menunjukkan bahwa media sosial dapat menjadi tambahan yang berharga dalam hidup kita, namun penggunaannya yang tidak terkendali atau tidak diatur akan merugikan hubungan, kinerja, dan kemanjuran diri kita.
Hal ini juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang meliputi stres, penurunan kebahagiaan subjektif, dan rasa kekurangan mental serta gangguan seperti depresi, kecemasan, dan gangguan tidur.
Penggunaan yang berlebihan dan bermasalah juga dapat bermanifestasi sebagai pola kecanduan yang ditandai dengan hilangnya kendali, mengutamakan media sosial hingga merugikan tanggung jawab lain, dan ketidakmampuan mengontrol penggunaannya, apa pun konsekuensinya.
Kecanduan media sosial sedang diteliti secara aktif.
Keterbatasan data membuat sulit untuk menarik kesimpulan pasti mengenai sejauh mana masalah ini terjadi, namun hal ini tetap menjadi prioritas ketika berinteraksi dengan remaja, orang tua, dan guru.
Pengaruh media sosial terhadap kesejahteraan mental dibentuk oleh faktor-faktor seperti kerentanan individu, faktor psikologis seperti ciri-ciri kepribadian dan keterampilan mengatasi masalah, faktor lingkungan seperti kemudahan akses dan penerimaan masyarakat, serta variabel terkait media sosial.
Desainnya, algoritme yang digunakan, tingkat anonimitas yang ditawarkan yang membuatnya lebih atau kurang menarik, membentuk perilaku kita.
Penggunaan media sosial oleh generasi muda juga dapat memaparkan mereka pada pengalaman yang berpotensi berbahaya seperti cyberbullying, yang melibatkan perilaku bermusuhan atau agresif yang berulang-ulang di platform digital.
Mereka juga bisa menghadapi cyberstalking, dimana tautan online digunakan untuk menguntit atau melecehkan; dan cyber grooming, yang melibatkan pertemanan dengan remaja secara online untuk memfasilitasi aktivitas seksual online atau pertemuan fisik dengan tujuan melakukan pelecehan seksual.
Meskipun penggunaan media sosial yang berlebihan banyak dibicarakan, generasi muda perlu disadarkan akan masalah-masalah lain yang terkait dengan penggunaan media sosial, seperti dampaknya terhadap kesejahteraan mental. Hal ini sangat ditentukan oleh cara generasi muda berinteraksi secara online.
Tingkat pengawasan dan bimbingan seputar penggunaan media sosial oleh remaja menentukan apakah penggunaannya akan meningkat ke tingkat yang bermasalah. Generasi muda, orang tua, dan pendidik harus mendapatkan informasi yang baik dan dilengkapi dengan alat untuk melawan dampak negatif penggunaan media sosial.
Menyadari potensi tantangan adalah awal yang baik.
Generasi muda perlu mengetahui hak-haknya jika menjadi korban. Di India, hal ini diuraikan dalam Undang-undang Teknologi Informasi (Amandemen), tahun 2008.
Bimbingan orang tua dapat memastikan penggunaan media sosial sesuai usia. Sangat penting untuk menyadari alasan Anda menggunakan media sosial dan memiliki ekspektasi yang realistis.
Media sosial bukanlah pengganti interaksi tatap muka dan penggunaannya tidak boleh mengganggu rutinitas sehari-hari. Menginvestasikan waktu dalam aktivitas yang menenangkan secara fisik dan mental dapat membantu mengatasi stres dan kecemasan yang terkait dengan pengalaman yang tidak diinginkan di media sosial.
Penting juga bagi mereka yang pernah mengalami pengalaman negatif ini untuk mendapatkan dukungan dan intervensi psikologis yang tepat, termasuk psikoterapi dan konseling.
Pola penggunaan media sosial yang berlebihan dan meragukan harus diidentifikasi sedini mungkin dan konsultasi harus dilakukan dengan profesional kesehatan mental yang berkualifikasi untuk memastikan intervensi dini dan tepat.***
- Dr Yatan Pal Singh Balhara adalah Profesor Psikiatri di All India Institute of Medical Sciences (AIIMS), New Delhi, India. Di AIIMS, ia menjalankan Klinik Diagnosis Ganda dan Klinik Kecanduan Perilaku. Beliau adalah koordinator ‘BehavioR’, pusat sumber daya regional mengenai kecanduan perilaku dan ‘master’, pusat sumber daya online dan portal telehealth mengenai Kesehatan Mental dan Gangguan Kecanduan. Dia adalah Sekretaris Jenderal Asosiasi Gangguan Ganda Dunia (WADD) saat ini.