KHUTBAH JUMAT | Menumbuhkan Sikap Optimistis dalam Hidup

Editor Ilustrasi masjid./net/ist.
Silahkan bagikan

VISI.NEWS –

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ حَكَمَ وَقَدَرَ، وَبَشَّرَ وَأَنْذَرَ، أَقَامَ هَذَا الكَوْنَ عَلَى المِيْزَانِ وَالعَدْلِ، اِمْتَنَّ عَلَى مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ بِفَضْلٍ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – حَمْدًا يَلِيْقُ بِحِكْمَتِهِ البَالِغَةِ وَالقُدْرَتِهِ البَاهِرَةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَسِعَ كُلُّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا، وَأَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ قُدْرَةً وَحُكْمًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ مَحُمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المِيْزَانُ الأَكْبَرُ، وَالسِرَاجُ الأَزْهَرُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى الآلِ الطَّيِّبِيْنَ السَادَةِ، وَالصَّحَابَةِ أُوْلِي القُوَّةِ وَالْأَبْصَارِ وَالرِّيَادَةِ، وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا مَا سَبَّحَتِ الأَفْلَاكُ الدَائِرَةُ، وَالخَلَائِقُ المُتَكَاثِرَةُ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَاتَّقُوْا اللهَ –عِبَادَ اللهِ – وَرَاقِبُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّكُمْ إِنْ تَتَّقُوْا اللهَ يَجْعَلَّكُمْ فُرْقَانًا وَنُوْرًا تَمْشُوْنَ بِهِ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُوْ الفَضْلِ العَظِيْمِ.

Ibadallah,

Sesungguhnya di antara sifat terpuji yang menimbulkan kebahagian di hati. Membuat seseorang bersangka baik kepada Allah Ta’ala. Bertawakal dengan maksimal kepada-Nya. Yaitu sifat optimis. Optimis adalah yakin akan datangnya kebaikan. Walaupun dalam kondisi sulit. Bahkan sedang berhadapan dengan musibah.

Sesungguhnya sikap optimistis menunjukkan bahwa seseorang itu rida kepada Allah. Beriman pada kada dan kadar-Nya. Bersangka baik pada-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Quran Al-Baqarh: 216).

Dalam ayat lainnya Allah menceritakan tentang orang yang mendapatkan pasangan yang buruk perangainya:

فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Baca Juga :  90% Mahasiswa UIN Bandung Dapat Keringanan UKT 10%

“Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Quran 4:19)

Ibadallah,

Sesungguhnya para nabi dan rasul adalah orang-orang yang paling besar sifat optimisnya. Perasaan itu muncul dalam doa-doa mereka. Dalam jihad mereka. Dalam ibadah mereka. Dan dalam semua aktivitas mereka. Mereka adalah orang-orang yang begitu kuat keyakinannya kepada Allah.

Lihatlah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Beliau mendakwahi kaumnya dalam waktu yang sangat lama. Sampai 950 tahun berdakwah. Ini menunjukkan betapa besar harapannya agar kaumnya mendapat hidayah.

Demikian juga Nabi Ya’qub yang kehilang putranya, Nabi Yusuf. Bertahun-tahun lamanya. Namun ia masih percaya anaknya Yusuf masih hidup dan kembali akan berjumpa bersamanya.

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Quran Yusuf: 87)

Dan demikian juga dengan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. beliau adalah orang yang paling optimistis. Dan orang yang paling yakin dan paling bersangka baik kepada Allah.

Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan. Saat Adi bin Hatim masih ragu-ragu ketika memeluk Islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya.

“Wahai Adi, apakah kau masih bimbang”? Adi menjawab, “Tidak. Aku sudah mengabarkannya.” Nabi berkata meyakinkannya, “Kalau usiamu panjang, kau akan melihat seorang wanita yang berangkat dari Hirah hingga Thawaf di Kakbah, ia tidak merasa takut. Kecuali takut kepada Allah. Kalau usiamu panjang, kau juga akan melihat perbendaharaan harta Kisra ditaklukkan.” Adi bertanya heran, “Maksudnya Kisra bin Hurmuz”? Nabi berkata, “Kisra bin Hurmuz. Dan kalau usiamu panjang, kau juga akan melihat seseorang yang keluar membawa emas atau perak sepenuh telapak tangannya. Ia mencari orang yang mau menerima pemberiannya, namun tak seorang pun ia jumpai yang mau menerimanya.”

Baca Juga :  Pemerintah Siap Layani Jemaah Haji 1443 H/2022 M

Adi berkata kepada orang-rang di hadapannya, “Aku telah melihat seorang wanita yang bersafar dari Hirah hingga thawaf di Kakbah dalam tak ada yang ia takutkan (keadaan aman) kecuali Allah. Aku juga telah melihat simpanan harta Kisra bin Hurmuz. Kalau usia kalian panjang, kalian akan menyaksikan apa yang disampaikan Nabi, Abul Qasim, shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Ibadallah,

Optimistis adalah bentuk percaya kepada Allah Ta’ala. Seseorang berusaha dengan sungguh-sungguh mewujudkan harapannya diiringi dengan baik sangka kepada Allah. Tidak ada sifat putus asa pada dirinya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.” (HR Muslim).

Ibadallah,

Optimistis adalah berharap kebaikan sambil melakukan usaha untuk mewujudkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang optimis. Dan sifat ini menjadi mindset beliau. Lalu beliau tularkan hal itu kepada para sahabatnya. Beliau tanamkan dengan ucapan dan prakteknya nyata dalam bentuk amalan. Bahkan kalau mendengar nama-nama yang memiliki arti yang baik, dada beliau terasa lapang. Beliau optimis dengan nama itu. dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ

“Tidak ada ‘adwa (penyakit menular atas kehendak penyakit itu sendiri), thiyarah (bernasib sial), hammah (firasat kematian), Safar (bulan sial) dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Baca Juga :  MUI Kutuk Aksi Terorisme Bom Targetkan Polsek Astanaanyar

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu juga,

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُعْجِبُهُ إِذَا خَرَجَ لِحَاجَتِهِ أَنْ يَسْمَعَ: يَا رَاشِدُ، يَا نَجِيحُ

“Bahwa Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam merasa takjub kalau keluar untuk menunaikan keperluannya, beliau mendengar, “Wahai Rasyid (yang lurus). Wahai Najih (yang berhasil).” (HR at-Tirmidzi dengan sanad yang sahih).

Saudaraku kaum muslim,

Jadilah seorang yang selalu optimistis. Dan jauhi serta hindarilah sifat pesimistis dan putus asa. Walaupun ada ditimpa musibah yang berat, banyak, dan berulang kali gagal. Karena setelah kesulitan akan datang kemudahan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعْنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

@fen/sumber: khotbahjumat.com

Fendy Sy Citrawarga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Next Post

REFLEKSI | Belajar dari KH A Wahab Hasballah

Jum Des 16 , 2022
Silahkan bagikanOleh Bambang Melga Suprayogi, M.Sn. BUPATI Jombang Hj. Mundjidah Wahab, adalah putri dari KH A Wahab Hasbullah, pendiri Nadlatul Ulama (NU), yang pencipta lagu Ya Lal Wathon, sebuah lagu yang sedang diperjuangkan menjadi lagu kebangsaan kedua, setelah Indonesia Raya. Adapun isi dari lagu ini adalah mengajak umat muslim, khususnya […]