VISI.NEWS | JAKARTA – Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah menerima kunjungan anggota Komisi VI DPR Aceh hari ini, Jumat (26/7/2024). Kunjungan ini bertujuan untuk membahas draft Qanun (regulasi) tentang pelindungan guru dan tenaga kependidikan di Aceh. Pertemuan ini berlangsung di kantor pusat Kementerian Agama Jakarta, dan dihadiri oleh 15 anggota Komisi VI DPR Aceh, Tim Ahli, serta staf terkait.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Aceh, Asmauddin, menyampaikan bahwa DPR Aceh sedang menyiapkan Qanun tentang pelindungan GTK di Aceh. Menurutnya, pembentukan regulasi ini memerlukan masukan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama. “Kami anggota Komisi VI DPR Aceh ingin meminta masukan sekaligus bertukar pikiran tentang banyak hal dengan Kemenag terkait dengan klausul-klausul draft Qanun tentang perlindungan guru dan tenaga kependidikan,” ujarnya.
Asmauddin juga menyoroti fenomena meningkatnya pengaduan wali murid terhadap guru ke aparat penegak hukum di Aceh. “Di Aceh ada fenomena banyaknya aduan dari wali murid ke aparat penegak hukum terhadap guru-guru yang sedang menjalankan tugas mendidik di sekolah. Kami ingin agar guru mendapatkan perlindungan hukum yang memadai agar proses pendidikan di Aceh dapat berjalan dengan baik. Tidak sedikit-sedikit lapor polisi, sementara kasusnya bisa diselesaikan secara internal,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur GTK Madrasah, Thobib Al Asyhar, mengapresiasi inisiatif DPR Aceh dalam melindungi guru dan tenaga kependidikan. “Kami mengapresiasi inisiatif DPR Aceh yang ingin membuat qanun perlindungan guru dan tenaga kependidikan. Hanya saja, qanun ini perlu memperhatikan regulasi yang sudah ada agar tidak kontraproduktif. Kami memedomani UU tentang guru dan dosen. Demikian juga kami memiliki PMA tentang pencegahan terhadap kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan,” jelasnya.
Thobib juga mengingatkan bahwa perlindungan guru tidak hanya sebatas perlindungan hukum, tetapi juga harus mencakup aspek kesejahteraan dan psikologis. “Mohon jangan hanya fokus pada perlindungan hukum semata, tetapi masukkan klausul khusus yang bersifat mandatori agar pemda Kabupaten/Kota di Aceh memberikan perhatian khusus dengan penyediaan anggaran untuk kesejahteraan guru madrasah, khususnya yang belum mendapat sertifikasi,” pintanya.
Di akhir pertemuan, Thobib menegaskan bahwa kesejahteraan guru adalah elemen penting yang harus diperhatikan dalam draft Qanun tersebut. “Tolong bapak/ibu semua. Guru-guru kami di madrasah diperhatikan. Berilah insentif bagi guru madrasah yang belum sertifikasi. Sudah ada best practices kebijakan Pemda lain yang memberikan insentif bagi guru madrasah,” tegasnya.
Menurut Thobib, dengan adanya dukungan kesejahteraan dari pemerintah daerah, Qanun ini akan lebih bermakna dan memberikan dampak positif bagi pendidikan di Aceh. “Aceh harus bisa. Di Aceh ada 60,3% atau 17.365 guru madrasah ASN dan Non ASN yang belum sertifikasi. Jika mereka diberi insentif dari Pemda sebanyak 500 ribu setiap guru perbulan saja itu akan sangat membahagiakan. Jika tidak ada mandatori kesejahtraan bagi guru dan tendik madrasah, qanun ini menurut kami kurang bermakna,” tutupnya.
@rizalkoswara