Search
Close this search box.

Korban Tewas 750 Orang Akibat Banjir di Sumatera

Sejumlah kendaraan melintas jalur Tarutung-Sibolga di Dusun Sibalanga, Desa Sibalanga, Kecamatan Adiankoting, Tapanuli Selatan, Senin (1/12/2025). /visi.news/bnpb

Bagikan :

VISI.NEWS | ACEH – Jumlah korban tewas akibat banjir dan longsor yang melanda Pulau Sumatra, Indonesia, terus meningkat. Per Selasa (2/12/2025), data dari badan penanggulangan bencana Indonesia menunjukkan bahwa jumlah korban telah mencapai 753 jiwa, dengan 504 orang masih hilang. Angka ini merupakan lonjakan signifikan dari 604 korban yang dilaporkan tewas pada hari sebelumnya. Banjir hebat dan longsor yang melanda beberapa wilayah Sumatra dipicu oleh hujan monsun yang sangat lebat dan siklon tropis yang melanda kawasan Asia.

Bencana ini tidak hanya menghancurkan rumah dan infrastruktur, tetapi juga mengganggu kehidupan sehari-hari lebih dari 3,2 juta orang di Indonesia. Sebanyak 2.600 orang terluka, sementara satu juta orang terpaksa mengungsi dari daerah-daerah berisiko tinggi. Pemerintah Indonesia dan berbagai lembaga kemanusiaan bekerja tanpa henti untuk memberikan bantuan dan mempercepat proses evakuasi serta pemulihan.

Sumatra Utara adalah provinsi yang paling parah terkena dampak banjir dan longsor. Sebanyak 283 orang dilaporkan tewas di provinsi ini, dan 173 orang lainnya masih hilang. Beberapa daerah yang terdampak parah di Sumatra Utara antara lain Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, dan Nias. Korban selamat di wilayah ini menggambarkan bagaimana arus air yang datang secara mendalam dan tiba-tiba membuat mereka tidak sempat menyelamatkan diri.

Tim gabungan dari BNPB, TNI, Polri, Basarnas, serta relawan terus berusaha membuka akses jalan yang terputus untuk memudahkan distribusi bantuan. Jalur yang sebelumnya terisolasi kini mulai dapat diakses, meski tantangan besar tetap dihadapi dalam mencari dan menyelamatkan korban yang masih terperangkap.

Kesulitan Akses dan Distribusi Bantuan

Di tengah upaya penyelamatan, jalan-jalan utama di Sumatra Utara dan daerah sekitarnya masih terputus akibat longsor dan banjir. Beberapa jalan utama seperti Tarutung–Padangsidimpuan dan Tarutung–Sibolga baru mulai dibuka, namun akses darat masih sulit di beberapa lokasi. Hal ini membuat distribusi bantuan logistik menjadi sangat menantang.

Baca Juga :  Siswa SD di Sukabumi Mendadak Mual hingga Sesak Napas Usai Makan Kerang

Sebagai solusi sementara, pengiriman logistik dilakukan melalui jalur udara dengan menggunakan helikopter BNPB dan TNI AD. Bantuan berupa sembako, obat-obatan, genset, dan bahan bakar telah disalurkan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau. Namun, beberapa daerah seperti Mandailing Natal dan Gunungsitoli masih terisolasi.

Di Aceh, yang juga sangat terdampak bencana, pasar-pasar kehabisan stok bahan makanan penting seperti beras, sayuran, dan bahan pokok lainnya. Harga barang-barang tersebut melambung tiga kali lipat, sementara kebutuhan logistik darurat terus meningkat. Islamic Relief telah mengirimkan 12 ton bantuan makanan darurat ke Aceh, namun jika jalur pasokan tidak segera dipulihkan, risiko kekurangan pangan dan kelaparan bisa semakin parah dalam seminggu ke depan.

Pemerintah Indonesia juga mengirimkan bantuan besar berupa 34.000 ton beras dan 6,8 juta liter minyak goreng untuk wilayah-wilayah yang terkena dampak, termasuk Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Penyaluran bantuan ini dilakukan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi dan masyarakat yang terdampak.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirimkan tim respons cepat dan pasokan medis ke wilayah terdampak. Selain itu, WHO juga memperkuat pemantauan penyakit untuk mencegah wabah yang dapat muncul akibat kondisi sanitasi yang buruk. Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan bahwa bencana ini merupakan pengingat nyata bahwa perubahan iklim semakin meningkatkan frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem yang menyebabkan kerusakan besar.

Desa-Desa Tenggelam dalam Sekejap

Para korban selamat, yang sebagian besar tinggal di tempat-tempat pengungsian sementara, menggambarkan bagaimana arus air yang sangat cepat datang tanpa peringatan. Gahitsa Zahira Cahyani, seorang siswa berusia 17 tahun dari Pondok Pesantren, menceritakan bagaimana ratusan siswa dari sekolahnya terpaksa berlari ke tempat aman tengah malam untuk menyelamatkan diri. Beberapa dari mereka bahkan terpaksa memanjat pohon dan atap masjid untuk bertahan hidup.

Baca Juga :  Jemaah Haji Jawa Barat yang akan Berangkat Tahun 2026 (No. Urut 1.501-1.800)

Badai tropis yang terbentuk di Selat Malaka juga memperburuk situasi. Badai ini membawa hujan deras yang memicu banjir dan longsor hebat, menghancurkan sebagian besar wilayah Sumatra dan Thailand Selatan. Di Thailand, lebih dari 180 orang tewas akibat bencana serupa. Sementara di Sri Lanka, siklon Ditwah telah menyebabkan lebih dari 400 orang tewas dan banyak lainnya masih hilang.

@uli

Baca Berita Menarik Lainnya :