KPK Ungkap Banyak Modus Korupsi di Sektor Pertanahan

Editor Dari kiri ke kanan: Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK Dwi Aprilia Linda, Direktorat Monitoring KPK Kunto Ariawan, dan Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati K. /visi.news/ist
Silahkan bagikan

VISI.NEWS | BANDUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan diskusi media melalui akun Youtube KPK RI, dengan membahas “Modus Korupsi Sektor Pertanahan”, bertempat di gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (29/3/2023).

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi tersebut, Direktorat Monitoring KPK Kunto Ariawan, Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK Dwi Aprilia Linda, serta dipandu oleh moderator Plt. Juru bicara KPK Ipi Maryati K

Kunto mengatakan bahwa, di Tahun 2022, KPK melalui Direktorat Monitoring melakukan kajian ‘Pemetaan Layanan Pertanahan’. Kajian tersebut menemukan bahwa dalam 4 tahun terakhir terjadi 31.228 kasus pertanahan, dan beberapa permasalahan itu seperti banyaknya penggunaan kuasa pada layanan pertahanan, waktu layanan yang melebihi SLA, pengenaan biaya tambahan yang tinggi, Pengawasan yang lemah, dan adanya berkas selesai yang belum diserahkan kepada pemohon.

“Pada 4 tahun terakhir, terdapat 31.228 sengketa konflik perkara pertanahan (37% sengketa, 2,7% konflik, 60% perkara) dan 244 kasus terkait mafia tanah (2018-2021).
Dengan total luas wilayah daratan sekitar 1.905 juta km². Masalah ini penting untuk segera diurai agar mendapat solusi & mencegah peluang terjadi korupsi,” ujar Kunto.

Menurutnya, KPK juga telah melakukan penanganan perkara pada beberapa kasus pertanahan diantaranya, suap Hak Guna Bagunan dan TPPU di BPN Kalimantan Barat, serta suap Hak Guna Bangunan di BPN Riau. Berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) ATR/BPN tahun 2022 adalah 70,87%.

“Hasil tersebut menunjukkan masih adanya risiko gratifikasi/suap/pungli di ATR/BPN, sebesar: 33% penilaian internal, 31% penilaian eksternal dan 90% penilaian pakar,” katanya.

Saat ini KPK telah menyusun beberapa rekomendasi perbaikan,
untuk menyempurnakan sistem layanan pertanahan pada KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan) yang sudah ada dan perbaikan itu diharapkan segera ditindaklanjuti kepastian hukum dan hak atas tanah menjadi salah satu permasalahan agraria yang sering terjadi di Indonesia.

Baca Juga :  Ganjar Geram Solo Disebut Zona Hitam: Yang Hitam Itu Bajumu!

Menjadikan tingkat persentase Ketepatan SLA sebagai indikator kinerja Kantor Pertanahan Revisi Perka BPN No. 1 tahun 2010 terkait SOP, Revisi PP PNBP Kementerian ATR/BPN No. 128 Tahun 2015 terkait biaya layanan dan biaya TAK (Transportasi-Akomodasi-Konsumsi) yang akuntabel.

“Memperkuat pembinaan dan pengawasan PPAT/Mitra sesuai dengan merumuskan regulasi yang mengatur besaran tarif jasa layanan pertanahan yang menggunakan kuasa,” bebernya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Linda Aprilia menyebut bahwa hasil kajian yang dilakukan Kedeputian Direktorat Koordinasi Supervisi KPK di 542 Pemerintah daerah dalam hal pendampingan dan pemantauan.

“Kedeputian Direktorat Koordinasi Supervisi memiliki tugas untuk koordinasi, KPK memantaunya melalui lima direktorat, kita telah melakukan upaya dan tahapan di setiap pemerintah daerah, ternyata memang ditemukan beberapa kendala terkait pelayanan BPN, pertama dari perizinan, optimalisasi pajak daerah, dan manajemen barang milik daerah,” ujar Linda.

Mengenai perizinan, dikatakan Linda, ditemukan masih tidak adanya tata ruang di seluruh daerah, padahal yang namanya kabupaten, soal Rencana Detail Tata Ruang itu tidak hanya dibutuhkan satu. Per kecamatan harus ada 3 RDTRnya. Sebelumnya kami telah di informasikan oleh Kementerian ATR/BPN pada rapat kemarin, bahwa tahun ini sudah ada anggaran kerjasama antara pemerintah daerah dan BPN, dan segera merealisasikan percepatan RDTR perizinan tersebut,” katanya.

Pajak daerah

Terkait optimalisasi pajak daerah, masih banyak ditemukan perbedaan nilai dasar dari PPDB dan BPHTB (Tanah dan Rumah) antara BPN dan pemerintah daerah.
“Di chek itu pasti beda-beda nilainya jauh kalau tidak menerapkan prosedur yang semestinya, hal ini tentu menjadi catatan yang penting dan kami dorong supaya nilai dasarnya sama,” katanya.

Selanjutnya terkait capaian penyelamatan keuangan milik daerah, dirinya mengatakan bahwa di tahun 2022 ada sekitar Rp.76 triliun, terdiri dari capaian sertifikasi Rp. 36 triliun penertiban aset ada Rp. 19 triliun, penertiban PSU Rp. 14 triliun, serta penagihan pajak sekitar Rp. 8 triliun.

Baca Juga :  Startup Kursus Bahasa Mandarin Peroleh Dana Segar Senilai US$105 Juta, Siap Ekspansi di Indonesia

“Masih kita temukan sesuai yang disampaikan Mas Kunto, kaitan biaya pengukuran Rp. 250.000 itu hanya administratifnya biaya di lapangan belum, dan apakah pemerintah daerah bisa melakukan alokasi anggaran itu, nyatanya tidak bisa. Jadi, APBD dan APBN sangat pahit, sangat ketat menyusunnya. Jadi tidak mungkin mengalokasikan untuk biaya pengukuran tersebut, ” bebernya.

Lebih lanjut, rata-rata capaian di seluruh pemerintah daerah pertahunnya itu hanya bisa menghasilkan 20 sertifikat per pemda. “Bisa dibayangkan dengan aset seperti DKI Jakarta sekitar 5.000, dengan capaian sertifikasi baru 55,3%, mau berapa tahun kita selesaikan ? ini baru contoh di DKI Jakarta belum lagi yang daerah lain,” pungkasnya. @gvr

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Next Post

Jalani Asimilasi di Rumah, 12 Orang Warga Binaan Lapas Sidoarjo Bisa Buka Puasa Bareng Keluarga

Kam Mar 30 , 2023
Silahkan bagikanVISI.NEWS | SIDOARJO – Lapas Sidoarjo Kanwil Kemenkumham Jatim kembali menjalankan amanat Menkumham terkait pemberian asimilasi di rumah bagi warga binaan. Hari ini (30/ 3) sebanyak 12 warga binaan lapas yang dipimpin Faozul Ansori itu mendapatkan manfaat program sebagai langkah penanggulangan penyebaran Covid-19 di lingkungan lapas itu. Mereka pun […]