VISI.NEWS | JAKARTA – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa pesantren memiliki potensi besar untuk berkembang sebagai pusat ilmu pengetahuan yang memadukan kekuatan akal, wahyu, dan spiritualitas. Menag berharap pesantren ke depan bisa menjadi “New Baitul Hikmah”, sebuah lembaga pendidikan yang menghasilkan ilmuwan-ilmuwan besar dan memberikan kontribusi penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Hal tersebut disampaikan Menag dalam pidato pembuka Annual Conference on Pesantren Education yang diselenggarakan oleh Majelis Masyayikh di Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Acara yang bertema “Rekognisi, Afirmasi, dan Fasilitasi Pendidikan Pesantren untuk Pendidikan Bermutu dan Berkeadilan” ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghafar Rozin, Direktur Pesantren Basnang Said, Staf Khusus Menteri Agama Gugun Gumilar, serta pengasuh dan tokoh pesantren lainnya. Para peserta juga terdiri dari berbagai organisasi masyarakat, guru, dosen, dan akademisi.
Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa Baitul Hikmah, yang berkembang pada zaman Abbasiyah, menjadi simbol pusat kemajuan ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban Islam. Lembaga ini didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan putranya, al-Ma’mun. Baitul Hikmah berfungsi sebagai perpustakaan, lembaga pendidikan, pusat penelitian, dan biro penerjemahan. Menurut Menag, pesantren diharapkan dapat mengikuti jejak Baitul Hikmah dengan melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti Jabir Ibn Hayyan, Ar-Razi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.
Selanjutnya, Menag mengungkapkan perbedaan mendasar antara pendidikan umum dan pendidikan Islam, khususnya yang ada di madrasah dan pesantren. Menurutnya, dalam pendidikan umum, sumber ilmu terutama berasal dari guru, yang dalam prosesnya menggunakan pendekatan logis dan rasional untuk mendidik siswa. Sementara itu, di pesantren, sumber ilmu tidak hanya datang dari rasio, tetapi juga dari wahyu, intuisi, pengalaman spiritual, dan bahkan dari pelajaran yang diperoleh dari orang-orang yang telah wafat.
“Pendidikan umum mengutamakan akal sebagai sumber utama ilmu, tetapi di pesantren, selain deduksi akal, kita juga mengandalkan wahyu, kalbu, intuisi, bahkan mimpi yang diyakini bisa memberikan pelajaran,” terang Menag Nasaruddin. Ia menambahkan bahwa di pesantren, ilmu pengetahuan tidak hanya didapatkan melalui metode deduktif atau rasional semata, melainkan juga melalui proses spiritual yang melibatkan kalbu dan pengalaman batiniah.
Menag juga menyampaikan bahwa pendidikan di pesantren tidak hanya mengasah intelektualitas, tetapi juga mendalamkan spiritualitas. Ia menilai bahwa pendidikan di pesantren mengedepankan keseimbangan antara konsentrasi dan kontemplasi. “Di pendidikan sekuler, fokusnya hanya pada konsentrasi belajar, sedangkan di pesantren, kita menggabungkan konsentrasi dengan kontemplasi untuk mendalami makna sejati dari ilmu itu sendiri,” tambah Menag.
Sementara itu, Menag menegaskan bahwa pesantren memiliki peran penting dalam pendidikan yang bermutu dan berkeadilan. Sebagai lembaga pendidikan yang mendalamkan ajaran Islam, pesantren berfungsi sebagai pilar pembentukan karakter dan kepribadian generasi muda, dengan tidak hanya mengandalkan ilmu pengetahuan duniawi, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai agama dan etika moral.
Dengan potensi yang dimiliki pesantren untuk mencetak ilmuwan dan ulama yang menguasai ilmu pengetahuan serta memiliki kedalaman spiritual, Menag berharap pesantren dapat menjadi lembaga yang lebih diakui dan dihargai dalam sistem pendidikan nasional. Ia juga berharap agar pesantren semakin mampu berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban yang lebih maju.
Menag juga mengungkapkan pentingnya rekognisi dan afirmasi terhadap pendidikan pesantren, agar semakin banyak generasi muda yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan di pesantren dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan mereka. Pemerintah, menurut Menag, akan terus memberikan dukungan bagi pengembangan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang bermutu, inklusif, dan berkeadilan.
Akhirnya, Menag Nasaruddin mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam memperkuat pesantren sebagai pusat ilmu yang memadukan akal, wahyu, dan spiritualitas. Dengan demikian, pesantren dapat mewujudkan visi menjadi “The New Baitul Hikmah”, sebagai simbol kemajuan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam modern.
@uli












