VISI.NEWS | JAKARTA – Tanggal 27 Juli selalu menjadi pengingat kelam dalam sejarah politik Indonesia, yaitu peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996, yang dikenal juga sebagai “Sabtu Kelabu.” Peristiwa ini merupakan salah satu tragedi politik yang melibatkan kekerasan dan menelan banyak korban di Kantor Sekretariat DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Menteng, Jakarta Pusat.
Tentang Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996
Peristiwa Kudatuli terjadi di kantor PDI, tepatnya pada Sabtu, 27 Juli 1996. Insiden ini diduga dipicu oleh perebutan kantor PDI antara kubu Megawati Soekarnoputri dan kubu Soerjadi. Namun, banyak pihak menduga bahwa penyebab utama peristiwa ini lebih kompleks daripada sekadar konflik internal partai.
Pelanggaran HAM Berat
Sehari setelah peristiwa tersebut, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di bawah pimpinan Asmara Nababan dan Baharuddin Lopa, melakukan investigasi. Hasil investigasi Komnas HAM menemukan adanya indikasi pelanggaran HAM berat. Ada enam bentuk pelanggaran yang diidentifikasi, yaitu:
1. Pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat.
2. Pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut.
3. Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji.
4. Pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi.
5. Pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia.
6. Pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Jumlah Korban dan Upaya Penyelesaian
Menurut hasil penyelidikan Komnas HAM, terdapat lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar. Hingga kini, penyebab pasti dan dalang di balik peristiwa ini masih belum terungkap, dan keluarga korban terus menuntut keadilan.
Komnas HAM menyebut bahwa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, termasuk peristiwa Kudatuli, bukanlah hal mudah. Diperlukan dukungan politik dari semua pihak agar proses penyelesaian tidak terhambat seperti yang terjadi selama ini.
Mengenang dan Mengambil Pelajaran
Lebih dari 20 tahun telah berlalu, namun peristiwa Kudatuli masih melekat dalam ingatan para korban, keluarga korban, dan saksi mata. Mengenang peristiwa ini adalah bagian dari upaya agar tragedi serupa tidak terulang lagi di masa depan, serta untuk terus memperjuangkan keadilan bagi mereka yang terdampak.
@shintadewip