Search
Close this search box.

Menkes Ubah Skema BPJS: KRIS Diterapkan, Iuran Disesuaikan

Ilustrasi BPJS kesehatan./visi.news/pinterest.

Bagikan :

VISI.NEWS | JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melakukan perubahan pada sistem iuran dan kelas layanan BPJS Kesehatan dengan menerapkan konsep Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan prinsip gotong royong dalam jaminan kesehatan nasional.

“Kalau sekarang kan konsep sosial gotong royongnya banci, karena yang kaya bayar lebih dia harus dapat lebih bagus, itu bukan asuransi sosial dong,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Jumat (14/2/2025).

Dengan skema KRIS, semua peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan ruang rawat inap dengan standar yang sama, meskipun tarif iuran tetap berbeda berdasarkan tingkat kemampuan ekonomi.

“Asuransi sosial itu, harusnya yang kaya itu bayar lebih untuk tanggung yang miskin, jangan dia bayar lebih minta lebih, nah konsep itu menurut saya harus diluruskan dengan KRIS,” tambahnya.

Sebagai bagian dari reformasi ini, pemerintah akan membatasi plafon layanan kesehatan BPJS bagi peserta dari golongan ekonomi atas. Jika mereka ingin mendapatkan layanan eksklusif seperti ruang VIP, mereka harus menggunakan skema asuransi campuran yang terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.

Mekanisme combine benefit ini memungkinkan peserta BPJS dari kalangan mampu untuk membayar asuransi swasta yang nantinya akan menanggung selisih biaya layanan kelas atas. Menkes Budi menegaskan bahwa sistem ini sudah dirancang bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BPJS agar lebih mudah diterapkan.

“Kita sudah bikin mekanismenya dengan OJK dan BPJS adalah Budi Sadikin misalnya bayar BPJS, bayar Jasindo, atau karena Jasindo lebih besar, setiap orang yang ambil asuransi swasta dia harus ada porsi yang dibayarkan ke BPJS, jadi si orang ambil asuransi gak usah pusing dan BPJS gak pusing nagih,” tuturnya.

Baca Juga :  Power Nap, Solusi Agar Tetap Fokus dan Berenergi Saat Puasa

“Jadi dari sisi user bayarnya satu, kalau dia sakit, datang ke rumah sakit dia kan gak mungkin ambil kelas bawah, dia pasti ambil tinggi,” jelasnya.

Budi juga menekankan bahwa peningkatan peran asuransi swasta tidak berarti pemerintah ingin menerapkan sistem kapitalis. Sebaliknya, ini adalah langkah untuk mengurangi beban BPJS agar lebih fokus melayani masyarakat yang kurang mampu.

“Jadi maksudnya swasta masuk bukan kita mau kapitalis atau mau apa, kita mau bagi semangat gotong royong ini coba dong yang mampu enggak bebani BPJS untuk habiskan jatah BPJS yang harusnya untuk orang-orang lebih bawah,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir menambahkan bahwa penerapan KRIS tidak berarti seluruh rumah sakit harus menghapus sistem kelas. Dalam aturan terbaru, rumah sakit pemerintah tetap menyediakan 60% tempat tidur dengan standar KRIS.

“Sebenarnya tidak berarti bahwa semua tempat tidur dalam satu rumah sakit itu KRIS, tidak, karena dalam aturannya itu untuk RS pemerintah cuma 60%, artinya 60% dari seluruh tempat tidur itu masih ada yang kelas 1 kelas 2 masih ada yang VIP dan ini lah yang dimungkinkan oleh pak menkes tadi KRIS itu betul-betul semua ditanggung BPJS,” ungkap Abdul Kadir.

Sementara sisanya masih bisa digunakan untuk layanan kelas 1, 2, dan VIP yang bisa diakses dengan skema combine benefit.

“Jadi saat dia naik kelas, ke kelas 1, 2 di sini yang berfungsi combine benefitnya tadi sebenarnya, jadi yang dibayar BPJS KRIS nya itu, untuk swasta itu cuma 40% yang diminta,” paparnya.

Dengan sistem ini, peserta dari kelompok ekonomi atas masih bisa mendapatkan layanan premium, tetapi harus menggunakan asuransi swasta yang menanggung biaya tambahan di luar yang dibayarkan oleh BPJS. @ffr

Baca Berita Menarik Lainnya :