VISI.NEWS | JAKARTA – Nenek Anies Baswedan, peserta Kongres Perempuan di Jogja 1928, mereka ditakuti Belanda, ini penyebabnya.
Perempuan yang lahir dan besar di Tegal, Jawa Tengah, ini merupakan nenek dari calon Presiden RI 2024, Anies Baswedan.
Wanita yang bernama Barkar tersebut merupakan tokoh pergerakan perempuan sejak pra-kemerdekaan.
Setiap tanggal 22 Desember yang bertepan dengan Hari Ibu tersebut Anies Baswedan selalu teringat sang Nenek akan perjuanganya, sebagai wanita pergerakan.
Hal tersebut seperti VISI.NEWS kutip dari akun Instagram pribadi @aniesbaswedan, Jumat (23/12/2022).
“Setiap Hari Ibu diperingati maka selalu juga teringat pada Nenek. Barkah namanya. Lahir & besar di Tegal, Jawa Tengah, seorang pegiat pergerakan perempuan sejak pra-kemerdekaan. Beliau adalah salah satu peserta Kongres Perempuan di Jogja, 1928,” tulisnya.
Mereka berangkat dari Tegal untuk menuju Jogjakarta bersama para pegiat perempuan lainnya untuk mengikuti Kongres.
Para perempuan tersebut merupakan utunsan dari Tegal salah satunya nenek Barkah, sudah menyiapkan diri dengan tiket kereta api menuju Jogja.
“Menjelang Kongres, Beliau berangkat sbg utusan dari Tegal, bersama para pegiat perempuan lainnya. Mereka sdh siap dgn tiket kereta ke Jogja,” lanjutnya.
Namun, sayang ketika telah sampai di Stasiun mereka dihadang para petugas Belanda, dengan tegas melakukan pelarangan terhadap perjalannya.
“Saat tiba di Stasiun Tegal, mereka dihalau & dilarang naik kereta. Petugas2 Belanda saat itu mencegah para perempuan2 utusan utk bs berangkat ke Kongres Perempuan itu,” melanjutkan.
Para perempuan pejuang tersebut adu argumen dengan para petugas Belanda yang berjaga, tetapi sungguh tidak membuahkan hasil.
“Perempuan2 itu tdk menyerah & tdk pulang ke rumah. Mereka melawan. Mereka menantang. Setelah berdebat & tak juga tembus. Tahukah apa yg mereka lakukan?” sambung Calon Presiden yang diusung Partai Nasdem tersebut.
Tidak ditanggapi dengan perundingan, maka mereka menempuh jalan lain, demi bisanya berangkat ke Jogja untuk mengikuti Kongres Perempuan.
Mereka berbaring di depan rel kereta api yang akan dilewati, tepat di depan lokomotif, berjejer di bawah teriknya matahari.
Mereka tawarkan nyawa, seandainya tidak diperbolehkan berangkat ke Jogja untuk menghadiri kongres.
“Para perempuan itu menuju ke depan lokomotif kereta yg sdh siap jalan. Mereka semua berbaring di atas rel kereta, berjejer para perempuan itu memaparkan badan. Dibawah terik matahari, depan moncong lokomotif mereka pasang badan, mereka tawarkan nyawa: berangkatkan kami atau matikan kami. Itulah harga mati yg senyatanya,” lanjutnya.
Tindakan tersebut membuat gentar orang Belanda, yang akhirnya tidak bisa menolak tentang keberangkatannya menuju Jogja.
Kongres tersebut memilki tujuan untuk ikut membangun pondasi perempuaun demi perjuangan agar terwujudnya kemerdekaan.
“Stasiun gempar. Belanda gentar. Akhirnya mereka diijinkan naik kereta. Berangkatlah mereka ke Jogja. Berkongres & ikut membangun pondasi perjuangan perempuan & perjuangan kemerdekaan,” sambungnya.
Menurut Anies, hal tersebut dituturkan Nenek Barkah pada dirinya dengan semangat berapi-api, tiap Hari Ibu diperingati.
“Semua itu dituturkan Nenek saat itu dgn penuh semangat. Tiap Hari Ibu diperingati, Beliau selalu teringat masa2 perjuangan itu,” ujarnya.
Nenek Barkah dikaruniai umur panjang hingga 93 tahun, meski di masa tuanya harus duduk di atas kursi roda tetapi tetap mengikuti perkembangan jaman, tidak berenti menggali informasi dari koran yang dibacanya tiap hari serta diskusi dengan siapapun yang mengunjunginya.
“Nenek dikarunia umur panjang. Meski di masa tuanya hrs duduk di kursi roda, Nenek ttp baca koran tiap hari, mengikuti perkembangan & tetap ajak diskusi siapapun yg berkunjung hingga menjelang wafat di usia 93 tahun. Badannya memang tlh menua tp pikiran & semangatnya sll muda,” tambahnya.
Sejak bayi Anies Baswedan tinggal serumah dengan sang Nenek, sampai dirinya menjelang dewasa harus kuliah ke Negeri Paman Syam.
“Saya bersyukur menjadi cucu yg tinggal serumah sejak bayi. Sehari2 kami bersama di Jogja hingga saya harus berangkat melanjutkan kuliah ke Amerika. Sejak masa kecil, nenek sering ajak ikut hadir berbagai pertemuan organisasi perempuan. Selama bersama di Jogja itu pula, berderet kisah perjuangan & hikmah hidup yg diceritakannya, termasuk kisahnya ttg keberangkatan ke Kongres Perempuan itu,” tulisnya. @kang leunyay