VISI.NEWS | JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI, Nengah Senantara, menyoroti kualitas operasional Koperasi Merah Putih yang dinilai masih belum dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat di daerah.
Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat bersama kementerian Koperasi, Selasa (18/11/2025), ketika membahas perkembangan pembentukan koperasi nasional tersebut.
Menurut Nengah, pembangunan sebuah usaha tidak hanya bergantung pada kuantitas, tetapi juga harus memastikan kualitas yang memadai.
Ia mengapresiasi capaian pelaporan pembentukan Koperasi Merah Putih yang telah mencapai lebih dari 82 ribu unit. Namun, ia menilai kualitas pemahaman dan implementasinya di lapangan masih menjadi persoalan.
“Kalau kita membangun usaha tentu bukan hanya kuantitas yang kita kejar, tetapi kualitas. Secara jumlah saya apresiasi, tetapi dari sisi kualitas koperasi yang benar-benar praktik masih perlu dipertanyakan,” ujar Nengah.
Politisi Partai Nasdem tersebut mengungkapkan, dalam kegiatan reses di daerah pemilihannya di Bali dua minggu sebelumnya, terdapat kepala desa yang masih belum memahami konsep dan operasional Koperasi Merah Putih. Kondisi ini menimbulkan kebingungan di tengah keberadaan berbagai lembaga keuangan desa lainnya.
Nengah menjelaskan bahwa di Bali sudah terdapat beberapa institusi finansial desa, seperti Lembaga Perkreditan Desa (LPD), koperasi banjar, hingga BUMDes.
Kehadiran Koperasi Merah Putih menjadi pertanyaan tersendiri karena sumber pendanaannya dinilai berasal dari alokasi yang sama, yakni APBN melalui mekanisme berbeda.
“BUMDes mendapat dana dari APBN melalui transfer daerah, sementara Koperasi Merah Putih juga menggunakan APBN lewat timbarannya. Ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat,” tegasnya.
Selain itu, rencana menggandeng Agrinas dalam pembangunan infrastruktur Koperasi Merah Putih juga dipandang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Pasalnya, pembangunan infrastruktur desa selama ini sudah menjadi salah satu peran utama BUMDes.
Nengah menilai, jika tidak ada kejelasan mekanisme dan pembagian peran, maka akan terjadi duplikasi program dan potensi tumpang tindih pendanaan, yang sama-sama bersumber dari APBN.
“Akan terjadi operlap dana yang bersumber dari APBN, tetapi ada dua lembaga yang menjalankan fungsi serupa. Ini yang perlu diperjelas,” tutupnya.
Dengan masukan tersebut, Komisi VI DPR RI mendorong pemerintah untuk memperjelas struktur operasional Koperasi Merah Putih agar tidak menimbulkan konflik fungsi maupun alokasi anggaran dengan lembaga desa lainnya. @givary












