Pemerintah Tak Intervensi Kenaikan Harga-harga di Pasar, Ini Alasannya

Editor Sekretaris TPID Kota Solo dan Kepala KPw BI Solo, Nugroho Joko Prastowo, menjelaskan masalah kenaikan harga dan kelangkaan migor. /visi.news/tok suwarto
Silahkan bagikan
VISI.NEWS | SOLO – Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Solo, Nugroho Joko Prastowo, melihat, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di pasaran, khususnya pasar tradisional akhir-akhir ini belum memerlukan intervensi pemerintah untuk melakukan operasi pasar.
“Ini menjelang Ramadan. Harga-harga naik kan tidak hanya tahun ini. Setiap permintaan naik dan saat akan memasuki even hari-hari penting, siklus festival atau siklus hari raya, TPID pasti akan turun ke pasar,” kata Nugroho, menanggapi wartawan seusai rapat koordinasi Satgas Covid – 19, di Bale Manganti Praja,, kompleks Balai Kota Solo, Senin (14/3/2022).
Wakil Ketua TPID yang juga Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo, menyatakan, setelah TPID melakukan inspeksi akan diikuti dengan antisipasi dan mitigasi agar kenaikan harga kebutuhan pokok tidak membebani masyarakat.
Menurut Nugroho, kenaikan harga sejumlah komoditi saat ini masih wajar dan terjangkau daya beli masyarakat.
Dia menegaskan, sepanjang ada pasokan dan tetap lancar, serta harga masih terjangkau masyarakat belum perlu operasi pasar.
“Kenaikan harga masih wajar dan terjangkau masyarakat. Mekanisme pasar biar jalan, sepanjang pasokan lancar dan harga terjangkau masyarakat. Pemerintah tidak akan tiba-tiba melakukan intervensi,” tandasnya.
Menyinggung minyak goreng yang masih langka di Kota Solo, Kepala KPw BI Solo itu, menyatakan, kebutuhan minyak goreng di Kota Solo saat ini  diupayakan dipenuhi melalui operasi pasar lewat kecamatan.
Dia mengakui, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan agar 20 persen ekspor CPO dialokasikan untuk domestic market obligation (DMO).
Namun, katanya, persoalan saat ini adalah supply nasional belum bertambah sesuai kebutuhan. Karena DMO yang sebesar 20 persen dari total ekspor CPO, harus diproses dahulu di pabrik minyak goreng.
“Masalahnya, raw material 20 persen DMO itu harus masuk pabrik dulu, kemudian baru masuk jalur distribusi. Proses itu perlu waktu. Tapi berdasarkan Kemendag, sebelum puasa minyak goreng dari DMO itu harus sudah masuk pasar domestik,” jelasnya.
Nugroho mengingatkan, persoalan pasokan minyak gorang bukan hanya masalah Solo, tetapi merupakan masalah nasional.
Penyebabnya, terkait dengan harga sawit internasional yang naik pesat. Ekspor sawit lebih menguntungkan, sehingga untuk kepentingan domestik eksportir CPO dipaksa menerapkan DMO 20 persen dari volume ekspor.
“Minyak goreng kan bagian dari makanan, sehingga CPO harus diolah dulu menjadi minyak goreng. Kalau sebelum puasa masuk pasar dengan HET, mau tidak mau stok yang selama ini ditahan harus dilepas. Selama ini banyak stok lama tidak dilepas, karena mereka yang membeli dengan harga tinggi tidak menjual dengan HET,” jelasnya.@tok
Baca Juga :  Massa PMII Demo Tolak Kenaikan BBM Ricuh, Terobos Kawat Berduri hingga Bakar Ban

M Purnama Alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Sejumlah Organisasi Internet Terkemuka Berkolaborasi guna Mengubah Akses Internet di Asia Pasifik

Sel Mar 15 , 2022
Silahkan bagikan Internet Society dan sejumlah organisasi terkemuka di Asia Pasifik berkomitmen mengembangkan Internet Exchange Point yang meningkatkan keterjangkauan, kualitas, dan keandalan Internet VISI.NEWS | WASHINGTON – Sejumlah organisasi Internet di Asia Pasifik dan Internet Society hari ini menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat dan mendukung perkembangan Internet Exchange Point […]