VISI.NEWS – Pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jawa Barat menolak pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Hal ini karena fakta bahwa jumlah positif Covid-19 tidak kunjung menurun.
Ketua PWPM Jabar, Reza Arfah mengatakan, ada fakta bahwa jumlah positif Covid-19 tidak kunjung menurun. Dalam kondisi seperti sekarang, pelaksanaan Pilkada 2020 berisiko untuk membuat klaster-klaster baru Covid-19. Reza meminta pemerintah meninjau ulang keputusan untuk tetap melaksanakan pilkada pada tahun ini.
“Pemerintah sebaiknya menunda Pilkada 2020 sampai situasi membaik. Hal ini dilakukan guna keselamatan masyarakat. Walaupun pemerintah menetapkan aturan kewajiban protokol kesehatan, hal itu tidak menjamin pencegahan penularan mengingat banyak masyarakat kita yang belum disiplin,” ujar Reza dalam keterangan tertulis yang dilansir SuaraJabar.id, Sabtu (19/9).
Pemerintah sendiri telah menetapkan Pilkada Serentak 2020 akan tetap dilaksanakan meskipun pandemi Covid-19 belum mereda. Pesta demokrasi ini akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 di 270 daerah seluruh Indonesia.
Ke-270 daerah itu rinciannya adalah 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Situasi pandemi membuat pilkada dilaksanakan dengan kewajiban menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan social distancing. Penerapan protokol kesehatan juga diwajibkan selama penyelenggaraan kampanye paslon berlangsung.
Reza menambahkan, pemerintah mesti berkaca dari new normal dan pemulihan ekonomi nasional yang tidak efektif menurunkan angka positif Covid-19. Yang terjadi justru semakin banyak berjatuhan korban dari kalangan tenaga kesehatan.
Hal ini karena kurang siapnya pemerintah melaksanakan protokol dan sikap abai masyarakat. Jika pilkada tetap dilanjutkan dikhawatirkan hal yang lebih buruk akan terjadi.
Memaksakan pilkada serentak juga merupakan sikap abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan karena mempertaruhkan nyawa manusia demi kepentingan politik.
“Pilkada 2020 juga tidak sensitif kemanusiaan karena banyak nyawa yang harus dipertaruhkan,” tambah Reza.
Di akhir, Reza meminta pemerintah mencontoh kelompok civil society seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang memberikan teladan berupa penundaan muktamar karena Covid-19 masih belum bisa diatasi.
Penundaan forum terbesar dua organisasi masyarakat Islam tersebut dilakukan demi kesehatan dan keselamatan para peserta muktamar.
“Muhammadiyah dan NU dua ormas Islam terbesar di Indonesia telah legowo menunda kegiatan muktamar karena Covid-19 belum mereda. Hal ini menjadi hal yang patut dicontoh bagi semua pihak bahwa mengihndari kemudaratan harus didahulukan dibanding meraih kemaslahatan. Hal ini juga merupakan bentuk ikhtiar agar para anggota NU dan Muhammadiyah terhindar dari Covid-19,” tandasnya. @fen