VISI.NEWS | JAKARTA – Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kementerian Agama, Dr. Thobib Al Asyhar, mengungkapkan apresiasinya terhadap visi Majelis Hukama Muslimin (MHM) yang mengarusutamakan konsep wasathiyatul Islam, toleransi, kerukunan, dan koeksistensi dalam kehidupan beragama. Hal ini disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Talk Show bertema “Pendidikan Moral: Integrasi Nilai Koeksistensi dan Perdamaian dalam Pendidikan Keagamaan” yang berlangsung di Stan Pameran MHM pada Islamic Book Fair.
Dalam acara tersebut, Thobib menegaskan bahwa siswa madrasah harus dikenalkan dan dibiasakan dengan keberagaman sejak dini. “Tujuannya adalah untuk melahirkan siswa madrasah yang moderat. Ini sejalan dengan visi dan misi Majelis Hukama Muslimin di bawah kepemimpinan Grand Syekh Al Azhar,” ujar Thobib Al Asyhar di hadapan para pengunjung yang memadati ruangan, termasuk beberapa pengunjung yang datang dari Singapura. Acara ini dimoderatori oleh Muhammad Arifin, MA.
Lebih lanjut, Thobib menjelaskan bahwa Kementerian Agama memiliki kepentingan yang sama dengan MHM dalam mengembangkan wasathiyatul Islam. Pola pendidikan moderat ini, menurutnya, sudah diterapkan di madrasah melalui penyempurnaan kurikulum untuk memastikan tidak ada muatan intoleransi dan ekstremisme. “Kita sempurnakan kurikulum tanpa menghilangkan substansi ajaran agama, sehingga madrasah menjadi lembaga pendidikan yang banyak menarik minat masyarakat Indonesia,” paparnya.
Selain itu, madrasah juga telah berhasil membangun budaya toleransi dengan membuka diri bagi guru mata pelajaran umum yang beragama non-Muslim untuk mengajar di madrasah. “Ini menunjukkan madrasah sudah menerima aspek keberbedaan sekaligus membangun budaya toleransi,” tambahnya. Thobib juga mengungkapkan bahwa di beberapa provinsi dengan mayoritas Muslim yang minoritas, terdapat siswa non-Muslim yang belajar di madrasah tanpa dipaksa mengikuti pendidikan agama Islam.
Thobib menjelaskan bahwa karakter moderat pendidikan madrasah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah awal tumbuh kembangnya lembaga pendidikan ini, yang berasal dari masjid dan pondok pesantren. “DNA madrasah sudah wasathiyah karena berangkat dari Pesantren dan Masjid yang umumnya moderat,” tegasnya. Hal ini juga menarik perhatian pemerintah Filipina yang memilih untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam mendirikan madrasah dengan pola pendidikan yang moderat.
Baca Juga : Kebakaran Hebat Landa Kawasan Padat Penduduk di Manggarai, Jakarta
Di akhir sesi, Thobib memaparkan empat indikator peningkatan moderasi beragama yang harus dijalankan, yaitu komitmen kebangsaan, toleran, anti kekerasan, dan ramah terhadap tradisi. Ia juga menjelaskan bahwa ekstremisme ditandai dengan tiga indikator, yaitu melanggar nilai kemanusiaan, melanggar kesepakatan bersama, dan melanggar hukum positif. “Jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar nilai kemanusiaan, kesepakatan bersama, dan hukum positif, berarti dia telah melakukan tindakan ekstrem,” tutupnya.
Islamic Book Fair di Jakarta berlangsung selama lima hari, dari tanggal 14 hingga 18 Agustus 2024, dengan tema “Membangun Optimisme Umat melalui Literasi Islami”. Stan MHM menghadirkan ratusan publikasi dalam berbagai bahasa yang membahas kajian keilmuan dan budaya, serta sejumlah seminar yang menampilkan pembicara ternama.
@rizalkoswara