Oleh Djamu Kertabudi
SUASANA kebatinan masyarakat Sunda akhir-akhir ini lagi terusik dan teraduk-raduk oleh statemen salah seorang Anggota DPR-RI Arteria Dahlan. Saat Rapat Komisi III bersama Jaksa Agung dan jajarannya dia mempersoalkan penggunaan bahasa Sunda oleh Kepala Kejati Jabar dalam forum rapat intern, bahkan meminta Jagung untuk memecatnya.
Ucapannya itu menyulut reaksi emosional dari berbagai komunitas masyarakat Sunda yang bersifat masif. Maka dari itu, Dedi Mulyadi Anggota DPR-RI yang dikenal sebagai budayawan Sunda menyatakan bahwa momen ini sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Sunda.
Namun dalam kondisi seperti ini ada peristiwa menarik dan unik yang terkesan ujug-ujug tanpa ada wacana sejak awal, sebagian elemen masyarakat Sunda yang diprakarsai Gerakan Pilihan Sunda dan Kratwan Galuh Pakuan menggelar Makloemat Sunda 2022 di Subang Jawa Barat. Isi Makloemat mengangkat Penggabungan tiga daerah provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat menjadi Provinsi Sunda Raya.
Reaksi pertama kali muncul dari Paguyuban Pasundan yang menggelar pertemuan bersama Gubernur Jabar Ridwan Kamil yang bersepakat menolak penggabungan ketiga daerah provinsi tersebut.
Apabila ditelisik lebih jauh dari pendekatan sejarah pemerintahan RI, memang ketiga daerah ini pernah bersatu dalam wilayah Provinsi Jawa Barat. Sebagaimana ditentukan berdasarkan UU No.11 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Provinsi Djawa Barat, yang mencakup wilayah keresidenan Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, dan keresidenan Cirebon.
Namun seiring dengan waktu, perkembangan selanjutnya dalam konteks penataan daerah dalam rangka menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaran pemerintahan daerah dilakukan pemekaran daerah melalui pembentukan Provinsi Banten, & DKI Jakarta yang terpisah dengan Provinsi Jawa Barat. Selain daripada itu, apabila merujuk kepada UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, terdapat konsep Penataan Daerah yang meliputi Pembentukan Daerah, dan Penyesuaian Daerah.
Dalam hal pembentukan daerah dapat dilakukan melalui pemekaran daerah, dan penggabungan daerah. Kata kunci penggabungan daerah sebagai syarat utama adalah dapat dilakukan apabila daerah-daerah tersebut tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah.
Dengan demikian, lebih jauh Ridwan Kamil menyatakan bahwa justru dalam rangka mengangkat isu tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat melalui mekanisme perimbangan keuangan pusat daerah yang lebih proporsional, maka perlu dilakukan pemekaran daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Maka dari itu, dapat dikatakan dinamika masyarakat di kab/kota diwilayah Jawa Barat lebih tertarik pada rencana kebijakan Gubernur Jabar dimaksud. Wallahua’lam. (Dr. Djamu Kertabudi, pemerhati masalah politik dan pemerintahan).