VISINEWS |BANDUNG – Jelang tahun politik 2024, masyarakat di Indonesia termasuk Jawa Barat (Jabar) dihadapkan pada rivalitas politik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat baik dari sisi ekonomi, social, agama, bahkan kerukunan antar tetangga.
Anggota komisi I DPRD Jabar, Reynaldi megatakan, selain itu, perbedaan pilihan, kefanatikan terhadap kelompok, kepentingan sesaat dapat medorong munculnya pemilih pragmatis yang akan menjadi batu ujian kematangan sebagai bangsa yang besar.
“Tahun 2024 akan mendorong mobilisasi sumberdaya ekonomi pasca Covid-19, namun yang perlu disikapi adalah konsekuensi kebijakan pemilu yang akan menyebabkan kekosongan penjabat kepala daerah,” katanya.
Kepada VISINEWS Senin (13/6/22), Reynaldi mengungkapkan, kebijakan pemeritah dengan mengangkat penjabat kepala daerah yang berasal dari birokrasi atau TNI-Polri, tidak lain untuk menjamin keberlangsungan pelayanan kepada masyarakat yang tidak boleh terhenti pada saat kebijakan pemilu.
“Kebijakan tersebut mengacu pada UU No10 tahu 2016 tentang Pilkada, disempurnakan oleh UU No 6 Tahun 2020 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota, diharpakan dapat memberikan pelayanan yang baik,” ungkapnya.
Namun kebijakan penunjukan Penjabat Kepala Daerah tersebut, lanjut Reynaldi, masih menimbulkan pro dan kontra, sebab dianggap melanggar ketentuan perundang-undangan, yang salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Putusan MK menyebutkan, anggota TNI-Polri aktif dilarang menjadi penjabat kepala daerah, namun jika merujuk UU tentang Pilkada, siapapun menjabat sebagai pimpinan tinggi madya dan pratama, termasuk TNI-Polri, bisa ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah,” ujarnya.
Tidak hanya itu, alasan lain meyebutkan bahwa penunjukan perwira TNI-Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah adalah sebuah preseden buruk karena mengembalikan Indonesia pada era dwi fungsi ABRI pada era orde baru dan memperkuat control pemerintah pusat ke daerah.
“Namun merujuk ketentuan lain, yakni UU tentang Pilkada, siapapun yang menjabat sebagai pimpinan tinggi pratama, termasuk anggota TNI-Polri, bisa ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah,” jelasnya.
Lebih lanjut, terdapat ribuan pejabat yang memenuhi kriteria, namun hanya 622 pejabat memenuhi kriteria untuk menjadi penjabat gubernur menggantikan 7 gubernur pada 2022, dan menggantikan 17 gubernur pada 2023, termasuk mungkin akan ditugskan di Jabar.
“Intinya adalah, perlu dicegah kemungkinan penjabat kepala daerah menimbulkan disrupsi netralitas dimana membawa misi politik tertentu dan mempolitisasi birokrasi selama masa jabatannya,” pungkasnya. @eko