VISI.NEWS – Virus Corona COVID-19 tak memandang batas usia, suku, ras, dan sebagainya. Setiap orang punya kesempatan terpapar virus bila tidak menerapkan protokol kesehatan.
Ironisnya, di samping angka positif, angka kematian corona juga terus bertambah. Menurut data Perawat Nasional Indonesia (PDP), sebanyak 85 orang perawat di Indonesia meninggal dunia selama pandemi Covid-19.
Tenaga medis yang gugur dalam pandemi Covid-19 untuk pertama kalinya, ialah Ninuk Dwi Pusponingsih, AMK, perawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM).
Sebelum pemerintah mengumumkan kasus Covid-19 pada Maret 2020, tenaga medis termasuk Ninuk yang bekerja di ICU RSCM belum menggunakan alat pelindung diri (APD) khusus. Ninuk pun mulai menimbulkan gejala terinfeksi virus corona dan akhirnya harus meninggalkan RSCM untuk selama-lamanya setelah 15 tahun mendedikasikan diri sebagai perawat di ICU RSCM.
Kegigihan Ninuk dalam bekerja pun diceritakan langsung oleh suami tercinta, Syahrul Rahmadi. Arul begitu ia disapa mengatakan, jika tanggal 4 Maret, Ninuk mulai merasakan flu, lelah, hingga demam.
Namun, saat itu almarhum hanya mengira gejala tersebut hanya kelelahan karena ia bekerja sambil meneruskan kuliah. Ninuk yang bekerja sebagai perawat memahami apa yang harus dilakukan agar keluarganya tidak tertular. Arul mengatakan istrinya mulai tidur di kamar yang berbeda, menggunakan masker, hingga jaga jarak.
“Saat itu istri belum pakai APD bekerja di ICU, bahkan rapid dan swab belum seperti saat ini yang mudah didapatkan. Ia tetap proteksi keluarganya saat gejala muncul,” ujar Arul, seperti dilansir liputan6.com.
Hari ke-2, Arul mengatakan jika Ninuk memeriksakan diri ke RSCM, di sana ia diinfus, diberi bantuan oksigen, diberi obat dan sorenya sudah diperbolekan pulang.
“Dari situ istri saya benar-benar ikuti protokol kesehatan. Sampai-sampai tidak interaksi sama siapa-siapa. Tapi saya curiga terinfeksi virus corona karena ada foto ia bersebalah dengan orang asing,” tambah sang suami.
Arul mengatakan dalam bekerja ia begitu tangguh dan semangat. Ninuk kembali bekerja setelah tidak masuk selama enam hari karena sakit.
“Saya sempet larang jika belum sehat, tidak usah kuliah dan bekerja dulu,” papar Arul.
Namun ia tetap bekerja, dan tiba-tiba Ninuk pun pingsan karena sesak napas.
“Saya mau berangkat dinas keluar kota, tiba-tiba dapat kabar istri saya pingsan. Setelah itu, istri saya diberi oksigen, sudah agak mendingan dia pulang ke rumah,” ujarnya.
Ketika di rumah, Arul mengatakan sempat bertemu ibu dan bapaknya. Dari situ Ninuk diberi obat tradisional seperti kelapa hijau.
“Orangtua saya bilang, tatapan mata istri beda dan mungkin tidak akan lama lagi hidupnya,” papar Arul.
Setelah tubuhnya merasa sedikit mendingan, Ninuk bekerja lagi. Namun saat kontrol lagi ke RSCM, Ninuk langsung masuk kamar Isolasi karena dinyatakan suspect Covid-19. Setelah itu, ia melakukan rontgen paru-paru dan hasilnya menyatakan bahwa 80 persen kondisi paru-parunya memburuk.
“Hasilnya paru-paru istri saya putih semua,” paparnya.
Saat di ruang isolasi, sang suami yang hanya menggunakan masker. Ia sempat memberikan Ninuk perawatan dan terus menyemangati dalam menghadapi penyakit ini.
“Saya lap keringatnya, saya berikan obat balur karena katanya pinggangnya sakit, gantiin pempers. Semua saya lakukan untuk menyemangati isri saya,” ujarnya.
Menjelang malam, Ninuk semakin sulit bernafas hinga dokter menyarankan untuk menggunakan bantuan dengan ventilator.
“Dokter bilang, harus pake ventilator dengan konsekuensi jika meninggal harus membawa alat tersebut. Saya bilang ke dokter, lakukan yang terbaik , tolong usahakan sebisanya,” tambahnya.
Hari berikutnya, keluarga dan siapa pun itu tidak boleh bertemu dengan Ninuk. Dan pihak RSCM membawanya ke RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, rumah sakit rujukan Covid-19.
Tak lama setelah itu, (12/03) di ruang isolasi Ninuk mengeembuskan napasnya yang terakhir, meninggalkan kedua anak dan suami yang sangat ia sayangi, keluarga besar, teman-teman hingga profesinya yang sangat ia banggakan.
Pesan terakhir Ninuk
Sebelum meninggal, Arul mengatakan Ninuk sempat mengatakan ‘Saya hidup, mati untuk orang yang saya sayangi, termasuk untuk profesi’. Sambil tersenyum ia mengepalkan tangan, tanda menyemangati rekan-rekan perawat yang masih berjuang merawat pasien Covid-19.
“Kepalan tangan tersebut masih saya ingat sampai sekarang, walau sakit ia tetap menyemangati keluarga dan teman-temannya. Istri saya pun sudah pasrah karena saat pasien menggunakan ventilator umurnya tak akan lama lagi,” ujar suami yang masih mengingat pesan terakhir sang istri.
Arul harus rela dan ikhlas melepas istri yang telah ia nikahi selama 12 tahun. Arul pun harus membuat kedua anaknya lebih tegar telah ditinggalkan oleh ibu yang melahirkan mereka.
Mereka pun tidak bisa memasuki ruangan isolasi maupun melihat wajah jenazah ibunya untuk terakhir kalinya, karena perlakuan khusus yang diterapkan pada pasien dengan Covid-19. Namun, Arul mengatakan jika ibunya adalah pahlawan. Namun, mirisnya sang anak berkata “kenapa harus meninggal dulu baru ibu jadi pahlawan”.
“Saya tunjukin jika dikasih penghargaan sama pak Jokowi.” paparnya.
Suami dan dua anak yang ditinggalkan Ninuk, hingga dua pekan setelah dia mengembuskan napas terakhir, belum mendapat kepastian dari Kementerian Kesehatan tentang status kesehatan mereka.
“Kami telah menjalani tes swab, yang diminta dinas kesehatan terkait, setelah Ninuk dinyatakan meninggal akibat terkena virus Covid-19. Tapi sampai sekarang belum ada hasilnya,” paparnya.
Bersyukurnya, hingga saat ini, Arul dan kedua anaknya dalam keadaan sehat. Arul pun berpesan, jika benar-benar harus mengikuti protokol kesehatan yang disarankan pemerintah. Bisa di katakan almarhum menjadi barometer penting nya APD bagi tenaga medis.
“Istri saya tenaga medis pertama yang gugur karna Covid-19 dan gugur karna bertugas tanpa APD. Jadi penggunaan APD sangat penting,” tutup Arul kepada Fimela
Selamat jalan Ninuk, kerja keras dan semangatmu akan selalu kami ingat. @fen