VISI.NEWS | JAKARTA – Pemilu Legislatif 2024 tinggal 26 hari lagi. Namun, praktik politik uang masih menjadi momok yang mengancam kualitas demokrasi di Indonesia. Politik uang adalah istilah yang mengacu pada penggunaan uang atau bantuan material lainnya untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Politik uang biasanya dilakukan oleh calon legislatif (caleg) atau partai politik yang mengusungnya.
“Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak menerima uang atau barang apapun dari calon peserta pemilu. Uang atau barang tersebut tidak sebanding dengan hak pilih Anda yang sangat berharga. Gunakan hak pilih Anda dengan bijak, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan Anda sebagai rakyat,” ujar Ketua KPU Hasyim Asy’ari belum lama ini.
Selain KPU, penolakan terhadap politik uang juga datang dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Perludem, ICW, dan KIPP. Mereka melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu bersih dan dampak negatif dari politik uang. Mereka juga mengawasi jalannya pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran yang terjadi.
“Politik uang adalah musuh demokrasi. Politik uang merusak kualitas pemilu dan mengancam kedaulatan rakyat. Politik uang juga menimbulkan ketimpangan sosial dan korupsi. Kami mengajak masyarakat untuk menolak politik uang dan melaporkan jika menemukan adanya indikasi politik uang di lingkungan mereka,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Politik uang dapat berbentuk pembelian suara (vote buying), yaitu pemberian uang tunai atau barang-barang bernilai kepada pemilih secara langsung atau melalui perantara (broker) dengan imbalan janji untuk memilih caleg atau partai tertentu. Politik uang juga dapat berbentuk pemberian barang kepada kelompok-kelompok tertentu (club goods), seperti sembako, sarana ibadah, fasilitas olahraga, atau bantuan sosial lainnya, dengan harapan dapat meningkatkan popularitas dan loyalitas caleg atau partai di kalangan pemilih.
Selain itu, politik uang juga dapat berbentuk penyediaan pelayanan sosial, seperti biaya kesehatan, pendidikan, atau pernikahan, yang ditujukan kepada pemilih individu atau keluarga yang membutuhkan, dengan syarat mereka bersedia memilih caleg atau partai yang memberikan pelayanan tersebut. Politik uang juga dapat berbentuk pemanfaatan dana publik untuk kepentingan elektoral (pork barrel politics), yaitu pengalokasian anggaran negara atau daerah untuk proyek-proyek pembangunan atau pemberdayaan masyarakat di daerah pemilihan caleg atau partai, dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dan suara dari pemilih.
Politik uang merupakan bentuk dari patronase dan klientelisme, yaitu relasi politik yang didasarkan pada pertukaran sumber daya antara patron (caleg atau partai) dan klien (pemilih). Patron memberikan sumber daya berupa uang, barang, atau pelayanan kepada klien, sedangkan klien memberikan sumber daya berupa suara, dukungan, atau loyalitas kepada patron. Relasi patron-klien ini bersifat asimetris, yaitu patron memiliki kekuasaan dan pengaruh yang lebih besar daripada klien, sehingga klien cenderung bergantung dan tunduk kepada patron.
Politik uang, patronase, dan klientelisme memiliki dampak negatif bagi demokrasi di Indonesia. Politik uang merusak kualitas pemilu, karena mengganggu hak dan kewajiban pemilih untuk menggunakan hak pilihnya secara bebas, jujur, dan adil. Politik uang juga menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi, karena hanya menguntungkan sebagian kecil pemilih yang menerima uang atau barang, sedangkan mayoritas pemilih tidak mendapatkan apa-apa. Politik uang juga menimbulkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, karena caleg atau partai yang terpilih cenderung mengembalikan modal politiknya dengan cara-cara yang tidak transparan dan akuntabel.
Beberapa pihak telah menyuarakan keprihatinan dan penolakan terhadap politik uang, patronase, dan klientelisme di pemilu legislatif. Salah satunya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang bertugas untuk menyelenggarakan pemilu yang bersih, jujur, dan adil. KPU telah mengeluarkan berbagai aturan dan sanksi untuk mencegah dan menindak pelaku politik uang, seperti larangan memberikan uang atau barang kepada pemilih, larangan menggunakan dana publik untuk kepentingan kampanye, dan larangan mengintimidasi atau mengancam pemilih. KPU juga mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan iming-iming uang atau barang dari caleg atau partai, dan menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati nurani dan aspirasinya.
Pemilu legislatif adalah hak dan kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat. Pemilu legislatif adalah sarana untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPD, dan DPRD. Pemilu legislatif juga adalah sarana untuk menentukan arah dan nasib bangsa. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama menjaga pemilu legislatif yang bersih, jujur, dan adil tanpa politik uang. Pemilu legislatif bersih adalah tanggung jawab kita bersama.
@m purnama alam