VISI.NEWS | JAKARTA – Sebanyak 194 perusahaan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit dengan luas lahan 1,08 juta hektare tercatat belum mengajukan hak atas tanah (HAT) per Januari 2025. Berdasarkan temuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), kondisi ini menunjukkan ketidakpatuhan perusahaan dalam tata kelola lahan perkebunan.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diduga merambah kawasan hutan, termasuk hutan adat dan hutan lindung, tanpa izin yang sah.
“Kemudian menabrak hutan, dan sesungguhnya memang hutan, ada hutan lindung, tapi ditanami kelapa sawit dan tidak punya izin,” kata Nusron, Kamis (6/2/2025).
Nusron menyatakan bahwa pemerintah sedang melakukan evaluasi dan menunda sementara proses penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) untuk perusahaan yang tidak mematuhi aturan.
“Saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang menertibkan dan mengevaluasi, menahan dulu sementara proses pengajuan pendaftaran maupun penerbitan HGU (Hak Guna Usaha)-nya,” ujar Nusron.
Praktik penyerobotan lahan sawit dipandang sebagai kerugian besar bagi negara. Ombudsman RI mengungkap maladministrasi dalam tata kelola sawit berpotensi merugikan negara hingga Rp 279,1 triliun per tahun. Selain itu, ditemukan tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan seluas 3,2 juta hektare.
Lebih lanjut, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, menyatakan bahwa Presiden Prabowo telah menerima daftar 300 pengusaha sawit yang belum membayar kewajiban pajaknya, dengan nilai total mencapai sekitar Rp 300 triliun.
Daftar ini diperoleh dari Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, yang juga dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). @ffr