VISI.NEWS – Guru besar ilmu politik UPI Bandung, Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.Ip., M.Si., M.H., mengatakan, politic is the game sehingga orang terjun ke politik, terjun sebagai calon bupati/calon wakil bupati harus penuh perhitungan. Ia bersama timnya harus bisa mengukur potensi kekuatannya sendiri, menghitung kekuatan dan kelemahan lawan, harus terlatih bagaimana memenangkan ‘permainan’ walau sama-sama kuat.
“Jadi, jangan sampai orang bermain politik teh kumaha engke. Harus dilatih dulu seperti juga sepakbola, melihat kesiapan lawan, kelemahan lawan, dimana kekuatan kita, bagaimana permainan walaupun sama-sama kuat, tapi juga ada yang disebut soft skill. Nah dalam politik itu ada soft skill juga. Mungkin selain kefiguran, bisa juga dia seorang ahli dalam bidang agama, mungkin dia seorang hafidz, dia seorang penyanyi, dimainkan potensi itu.” ujar Cecep kepada VISI.NEWS, Jumat (12/6/2020) pagi.
Jadi intinya, kata Cecep, kalau istilah dalam politik itu ada panggung depan dan juga panggung belakang. “Nah ketika dipanggung depan, semua persiapan itu harus sudah paripurna, harus sudah sempurna, menampilkan yang bagus-bagus, kita kelihatan manis, biarkan panggung belakang mah ribut-ribut juga, misalnya kurang uang, jangan sampai tahu masyarakat figur ini kurang uang, karena permainnan, politic is game, ya politik itu permainan. Bisa menang bisa kalah, bukan hanya kekuatan pribadi seseorang, bukan hanya figur, tapi banyak faktor,” tandasnya.
Fokus pada program
Dalam masyarakat yang tradisional, kata Cecep, ngadu program itu harus didukung oleh kefiguran. Selain figur calon yang menyampaikannya, juga harus dirangkul tokoh-tokoh maysrakat yang juga bisa menyampaikan program andalan figur calon itu. “Jadi misalnya, di Kampung A yang lebih dikenal itu si B, nah kalau calon itu tidak begitu dekat dengan masyarakat di kampung itu, tarik si B untuk mensosialisasikan itu, itu akan hebat,” ujarnya.
Disamping kefiguran, Cecep mengatakan yang harus dikedepankan adalah mengadu program, dalam pengertian tidak perlu kita menjelek-jelekan lawan tetapi lihat apa yang diprogramkannya. “Misalnya, keluarga incumben akan melanjutkan program icumbennya, kita ngadu okey seperti apa programnya, kita itu begini nih. Upayanya begini, kebijakannya begini, kalau masyarkat memilih kita. Jadi ngadu program itu jauh lebih baik dan lebih rasional,” katanya.
Dengan mengedepankan program, kata pria kelahiran Subang tahun 1969 ini, keuntungannya ada dua. Pertama, katanya, melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan yang kedua melakukan dukungan kepada yang bersangkutan dengan meyakinkan dulu maysrakat bahwa programnya rasional dalam kontek kampanyenya melibatkan berbagai stakeholder. “Juga program itu tidak ngawang-ngawang, realistis, ada base practisenya, dengan mengadopsi di berbagai daerah, juga dari luar. Dan, juga kalau mau, berbasis program itu yang bersangkutan harus menguasasi sepenuhnya permasalahan yang ada di daerah itu,” tandasnya.
Misalnya, kata Cecep, main problemnya itu apa? Dalam bidang edukasi rata-rata lama sekolah berapa, RLS-nya, bandingkan dengan Jawa Barat, jugaa dengan kabupaten lain, dengan nasional bagaimana, dimaping, dibukukan saja. Belum persoalan-persoalan lain, ekonomi, budaya dan lain-lain. “Nanti ujung-ujungnya itu butuh figur. Sebetulnya persoalan-persoalan yang tadi itu bisa di skor. Nah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di daerah tersebut butuh figur untuk menyelesaikannya. Figur tersebut berapa persen bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Ah menarik politik itu, ada matematika politik.
“Kedua kegagalan-kegagalan daerah itu dari sisi apa? Oh butuh penguatan disana sini, harus ada konsultan politiknya, dan saya siap,” ujarnya tersenyum.
Tapi kata Cecep, dari segi ilmu yang memang harus seperti itu, infrastruktur partai harus diperhitungkan, dukungan finansial juga. “Nah itu harus dihitung, banyak faktor, juga isu-isu nasional yang berhubungan dengan daerah itu sangat berpengaruh,” ujarnya.
Tokoh-tokoh nasional yang berhubungan dengan daerah itu, kata Cecep juga berpengaruh, baik eksternal, internal dalam politik itu. Jadi kalau dalam pendekatan ahli expense dalam sistem politik ada input, ada dukungan, ada suplay ada demand. Ada dukungan ada tuntutan, diproses oleh lembaga-lembaga politik termasuk partai nanti menghasilkan output kebijakan-kebijakan politik apa apa.
“Kalau saya sih ke outcome, jadi begitu kampanye politik nanti harus sudah ke outcome, nanti kalau figur itu terpilih akan sejahtera dengan program yang dibawakannya,” pungkas Cecep.@mpa/asa