VISI.NEWS | SOLO – Pakar ilmu penyakit paru dan kedokteran respirasi, Prof. Dr. Yusup Subagio Sutanto, mengingatkan, saat ini penyakit tuberculosis paru atau TBC masih ada di dunia dan menjadi penyakit kronis dengan populasi angka kesakitan cukup tinggi.
Badan kesehatan dunia WHO merilis, saat terjadi pandemi Covid-19 selama 2 tahun, kasus TB meningkat secara global, diperkirakan sekitar 4,1 juta orang penderita TB belum terdiagnosis.
“Di Indonesia sendiri, kasus TB juga masih cukup tinggi. Saat ini diperkirakan terdapat 845.000 kasus TB biasa dan 24.000 kasus TB resisten. Pada saat pandemi Covid-19 tahun 2020, tercatat dari 845.000 kasus TB terdeteksi 349.000 kasus dan 860 kasus TB resisten. Data terbaru Kemenkes pada 21 Oktober 2021 menunjukkan, kasus TB di Indonesia terdapat 301 kasus per 100.000 penduduk sehingga menempatkan Indonesia di posisi ke-3 kasus TB terbanyak di dunia,” katanya kepada wartawan, di kantor pusat UNS “Gedung dr. Prakosa”, Senin (18/7/2022).
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (FK-UNS) yang akan dikukuhkan sebagai guru besar, Selasa (19/7/2022), menegaskan, upaya untuk menekan meningkatnya penderita TB paru sulit karena kuman TB yang resisten memiliki kekebalan luar biasa. Kesulitannya, dalam pengobatan lapisan lilin yang menyelimuti kuman harus dipecahkan sehingga pengobatan butuh waktu lama sedikitnya 6 bulan tanpa putus.
“Padahal, penelitian untuk menghasilkan obat TB sangat mahal. Di Indonesia, pemerintah kewalahan sampai memberikan alat pendeteksi TB dengan TCM. Sehingga dengan alat tersebut diketahui banyak orang menderita TB,” jelasnya.
Guru besar ke-46 FK-UNS di bidang pulmonologi dan kedokteran respirasi itu, dalam beberapa tahun terakhir melakukan serangkaian penelitian terhadap lendir bekicot, kitosan, ekstrak kulit durian yang memiliki khasiat untuk meningkatkan kesehatan paru sekaligus mengatasi kekebalan kuman TB.
“Penyakit TB dapat disembuhkan dengan obat anti-tuberkulosis (OAT) yang tepat. Namun, Kemenkes akhir-akhir ini menemukan banyak galur MTB yang resisten terhadap dua atau lebih OAT, yaitu yang dikenal sebagai galur MDR-TB.
Berdasarkan hasil Riset dasar yang telah saya lakukan ada potensi dan efektivitas galenik seromukoid bekicot, kitosan, ekstrak kulit durian, sebagai kandidat OAT yang berbasis bahan alam,” ungkapnya.
Prof. Yusuf Subagyo, mengakui, penelitiannya merupakan studi pendahuluan untuk menjajagi roadmap pengobatan TB berbasis bahan lokal alami. Penelitiannya masih harus dikembangkan dengan penelitian berikutnya karena ketiga bahan tersebut memiliki kemampuan masing-masing dalam membunuh, menghambat dan memperlambat populasi kuman TB.
Selain efektivitas lendir bekicot yang mengandung seromukoid dan bahan kimia lain yang bermanfaat sebagai antibakteri, ditambah kandungan zat kitosan dan ekstrak kulit durian, bahan-bahan tersebut mudah didapat di alam dengan harga sangat murah.
Prof. Yusuf Subagyo, akan dikukuhkan sebagai guru besar bersama 2 dosen UNS lainnya, yakni Prof. Dr. Sri Subanti, dosen FMIPA di bidang ilmu statistika ekonomi dan Prof. Dr. Zainal Arifin, dari Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik (FT) UNS. @tok