VISI.NEWS | CIREBON – Bulan Rajab merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam, karena di dalamnya terdapat peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Bulan ini juga menjadi momentum bagi banyak orang untuk berziarah ke makam para wali, salah satunya adalah Makam Sunan Gunung Djati di Cirebon.
Makam Sunan Gunung Djati merupakan salah satu dari sembilan makam para wali, atau disebut juga Wali Songo yang sering dijadikan sebagai wisata religi, atau tempat untuk berziarah, sekaligus sebagai jejak sejarah penyebaran Islam di Indonesia.
Sunan Gunung Djati atau Sultan Syarif Hidayatullah Al-Azmatkhan Al-Husaini Al-Cirbuni Shahib Jabal Jati bin Sultan Syarif Malik Abdullah Umdatuddin Al-Azmatkhan Al-Husaini atau Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo. Ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran.
Lokasi Makam Sunan Gunung Djati terletak di alamat Jalan Alun-Alun Ciledug No. 53, Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Kompleks Makam Sunan Gunung Djati memiliki lahan seluas lima hektare, terletak di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon. Jaraknya kira-kira 3 km sebelah utara Cirebon. Selain tempat utama untuk peziarah, kompleks ini juga dilengkapi tempat pedagang kaki lima, alun-alun, lapangan parkir, dan fasilitas umum lain.
Makam Sunan Gunung Djati buka selama 24 jam. Makam Sunan Gunung Djati buka setiap hari, dari hari Senin – hari Minggu. Tiket masuk Makam Sunan Gunung Djati gratis. Terdapat banyak kotak infaq di sekitar Makam Sunan Gunung Djati, yang bisa diisi seikhlasnya untuk juru kunci maupun untuk biaya kebersihan. Selain itu, para pengunjung juga disarankan untuk menyiapkan uang bagi para pengemis yang ada di sekitar Makam Sunan Gunung Djati.
Menurut salah satu juru kunci, jumlah peziarah yang datang ke Makam Sunan Gunung Djati meningkat pada bulan Rajab. “Biasanya sehari ada sekitar 500 sampai 1.000 orang yang datang, tapi kalau bulan Rajab bisa sampai 2.000 sampai 3.000 orang,” ujarnya.
Ia menambahkan, para peziarah yang datang berasal dari berbagai daerah, tidak hanya dari Jawa Barat saja. “Ada yang dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, bahkan ada yang dari luar negeri seperti Malaysia dan Singapura,” katanya.
Para peziarah yang datang ke Makam Sunan Gunung Djati berharap mendapatkan berkah dan keberkahan dari Sunan Gunung Djati, yang dikenal sebagai salah satu penyebar Islam di tanah Jawa. Selain itu, mereka juga ingin mengenal lebih dekat sosok Sunan Gunung Djati, yang memiliki banyak kisah kesaktian dan keajaiban. Salah satu kisah yang terkenal adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaiman.
Makam Sunan Gunung Djati juga memiliki keunikan tersendiri, yaitu memiliki sembilan pintu yang melambangkan sembilan wali. Namun, para peziarah hanya diperbolehkan untuk masuk melalui lima pintu saja, sedangkan empat pintu lainnya ditutup dan tidak boleh dilewati. Hal ini dikarenakan ada beberapa makam yang dianggap keramat dan hanya boleh dikunjungi oleh orang-orang tertentu.
Makam Sunan Gunung Djati tidak hanya menjadi tempat ziarah bagi umat Islam, tetapi juga bagi umat Buddha dan Konghucu. Hal ini karena di kawasan Makam Sunan Gunung Djati terdapat makam istrinya yang bernama Putri Ong Tien Nio, yang berasal dari keturunan Cina, tepatnya keturunan Kaisar Dinasti Ming¹. Makam Putri Ong Tien Nio berada di sebelah kanan makam Sunan Gunung Djati, dan memiliki ciri khas berupa ornamen naga dan burung phoenix.
Makam Sunan Gunung Djati menjadi salah satu bukti bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang toleran dan menghargai perbedaan. Sunan Gunung Djati tidak memaksakan istrinya untuk masuk Islam, tetapi tetap menghormati keyakinannya. Sunan Gunung Djati juga tidak membeda-bedakan antara umat beragama, tetapi berusaha untuk menyatukan mereka dalam bingkai persaudaraan. Makam Sunan Gunung Djati menjadi saksi bisu dari sejarah yang patut dijadikan teladan bagi generasi penerus.
@mad