Search
Close this search box.

Ranah Ilmiah vs Doktrin: Mencari Kebenaran di Antara Tradisi dan Bukti

Bagikan :

Oleh Ust. Wijaya Akbar, S.H.

DALAM dunia intelektual Islam, terutama di jalur pendidikan formal, tugas akhir seperti skripsi, tesis, dan disertasi memiliki bobot masalah dan penelitian ilmiah yang kaya dengan referensi utama, narasumber valid, dan data autentik. Gelar akademik seperti MA (Master of Art) menjadi simbol pencapaian dalam bidang ilmu.

Baru-baru ini, sebuah tesis telah menggugat keabsahan klaim keturunan Ba’Alawi Yaman sebagai durriyah Nabi. Ini merupakan topik yang kompleks dan sering kali tidak dipahami oleh kalangan awam, mengingat kebutuhan untuk memahami kitab-kitab tarikh, nasab, pandangan ulama, dan seluk-beluk klan Ba’Alawi, termasuk kontroversi yang ada di dalam umat dan uji genetika.

Kajian ilmiah sejati adalah tentang menemukan kebenaran apa adanya, tanpa prasangka, tanpa tendensi tertentu, dan tanpa husnudzon atau sebaliknya. Kebenaran harus berdiri di atas segala pembenaran, bukan menjadi rancu dan murokab (teori keraguan). Di Timur Tengah, negara-negara Islam telah mulai mengungkap kerancuan klaim klan Ba’Alawi.

Di Indonesia, kalangan struktural seperti PBNU telah mulai mempelajari dan menilai tesis dari ulama KH Imaduddin Utsman asal Banten. Diperlukan sosok yang cerdas, berintegritas, waras, dan ikhlas untuk memahami ilmu sejarah, ilmu nasab, dan mampu membaca serta memahami kitab-kitab nasab secara regenerasi, termasuk kontroversi dan kerancuannya.

Namun, di era media sosial, postingan sering kali hanya menambah kerancuan, kebencian, dan cinta buta, yang menjauhkan dari keilmiahan. Ranah yang seharusnya menjadi domain para ahli ilmu, malah menjadi konsumsi khalayak awam, sehingga menimbulkan polemik nasional. Para ahli ilmu seharusnya menyikapi tesis dengan antitesis, bukan dengan fatwa dan cibiran. Jika data dihadapkan dengan data, akademisi dengan akademisi, dan ilmiah dengan ilmiah, maka umat akan terlibat dalam diskusi yang mendalam dan mendulang khazanah keilmuan, bukan menjadi ladang penyebaran kebencian dan arogansi.

Baca Juga :  7 Mantan Pejabat PT Antam Didakwa Kerugian Negara Rp 3,3 Triliun dalam Kasus Pemurnian Emas

Semoga pemerintah dan instansi terkait dapat menjadi penengah atas masalah ini, demi kemaslahatan bangsa, negara, dan umat. Mari kita doakan bersama agar masalah ini dapat terselesaikan demi kemaslahatan umat, bangsa, dan agama. Aamiin.

  • Penulis, Humas LTN NU Kab Bandung

Baca Berita Menarik Lainnya :